Jumat, 23 Januari 2009

METODE KERJA GALIAN TANAH

1.0 REFERENSI

1.1 Spesifikasi teknis pekerjaan galian tanah dan gambar-gambar pelaksanaan.
1.2 Rencana Mutu Proyek


2.0 ALAT

2.1. Alat ukur (survey); Theodolit dan Autolevel
2.2. Excavator
2.3. Dump truck
2.4. Dozer
2.5. Compactor
2.6. Pompa air
2.7. Pacul
2.8. Dan lain-lain

3.0 LANGKAH KERJA

3.1. Persiapan

a. Menentukan metode yang akan digunakan, dalam arti menentukan start penggalian, akses masuk untuk alat berat, skala prioritas penggalian serta kaitannya dengan tahapan pekerjaan lain yang diharapkan tidak terjadi tumpukan pekerjaan yang satu dengan yang lainnya.
b. Akses masuk alat berat/ dump truck perlu diperhatikan agar disediakan akses masuk yang baik, agar tidak terjadi tanah amblas, sehingga sirkulasi transportasi alat + dump truck menjadi terganggu.
c. Schedule pelaksanaan dimana kaitannya terhadap penyediaan alat berat, jumlah dump truck, faktor cuaca, kapasitas galian per hari, penentuan subkontraktor galian. Point subkontraktor galian harus dilihat dari segi bonafiditas dan referensi yang ada, agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja akibat kegagalan kontraktor yang mengerjakan sehingga berdampak terhadap schedule.
d. Biaya:
- Analisa anggaran biaya yang tersedia untuk pekerjaan galian.
- Pelajari data hasil test tanah yang ada (sondir, dll), untuk kemudian dilanjutkan dengan metode galian yang akan dipakai.
- Proteksi kelongsoran yang diakibatkan galian, oleh karena itu dengan melihat hasil test tanah yang ada, serta spesifikasi tanah yang ada maka untuk mencegah kelongsoran galian dapat dengan:
i. Permukaan galian dikamprot.
ii. Permukaan galian dikamprot (+ kawat locket)
iii. Cerucuk bambu
iv. Soil nailing
- Faktor pertimbangan kapasitas dump truck kecil = 7 m³.
Faktor pertimbangan kapasitas dump truck besar = 17 m³.
Durasi excavator sampai naik ke dump truck 20 sampai dengan 25 menit.
Berdasarkan survei jumlah ritase 1 dump truck/ hari = 4 sampai dengan 5 rit.
Lokasi pekerjaan, faktor cuaca, tingkat kemacetan, lokasi pembuangan tanah berpengaruh terhadap jumlah ritase per hari.
- Korelasi dengan schedule
Lama pelaksanaan galian:
Volume galian total (m³) = …… dump truck/ hari
Kapasitas 1 dump truck x jumlah ritase: dump truck/ hari
Jumlah dump truck per hari = Jumlah dump truck/ Waktu yang diinginkan
Waktu penyelesaian yang diinginkan
- Faktor yang harus dipertimbangkan:
i. Faktor kesulitan di lokasi penggalian lama pemuatan tanah dari excavator ke dump truck.
ii. Lamanya pembuangan tanah ke lokasi buangan, tingkat kemacetan dll, akan mempengaruhi jumlah ritase per 1 dump truck.
iii. Kapasitas 1 buah excavator dalam 1 hari bisa mencapai ± 15 – 18 ritase/ hari  255 m³ - 306 m³.
iv. Apabila lokasi penggalian cukup luas dan schedule pekerjaan yang sangat singkat, apabila lokasi memungkinkan maka dapat digunakan 2 buah excavator, tetapi perlu dipertimbangkan dari segi biaya dll, lokasi pekerjaan memungkinkan atau tidak.
3.2. Pelaksanaan

A. Turap

a. Untuk bidang penggalian yang besar dan luas/ dalam dan berbatasan dengan bangunan lain, untuk mencegah terjadinya kelongsoran perlu disiapkan Sheet Pile, Continous Pile, H pile.
b. Untuk bidang yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu dalam dapat digunakan cerucuk bambu dan permukaan tanah dikamprot, selama tidak terjadi hujan terus menerus cerucuk bambu ini cukup untuk menahan kelongsoran.
c. Salah satu metode pencegah kelongsoran pun dapat menggunakan Soil Nailing yaitu dengan pengeboran lubang pada bidang tegak, masukkan besi dan di grouting.
d. Pembuatan Caping Beam untuk turap-turap tersebut diatas.


B. Pengalian
a. Meneliti keadaan lapangan terhadap kemungkinan adanya pipa-pipa air, kabel listrik, telpon dan lain-lain.
b. Menentukan batas daerah galian (survei dan marking koordinat serta elevasi). Perencanaan yang matang untuk mengkorelasikan antara schedule per blok galian dengan jumlah alat berat yang harus disediakan serta kapasitasnya.
c. Menyiapkan data kerja.
d. Perlu dibuatkan beberapa titik pemantauan kelongsoran, ditaruh di tempat yang aman, sehingga apabila terjadi pergerakan bidang galian dapat diketahui sejak dini. Penggalian yang sulit dijangkau oleh alat berat, harus dikombinasikan dengan menggunakan alat manual (Manual Excavation).
e. Faktor safety terutama untuk manual excavation perlu mendapat perhatian yang lebih terutama untuk tenaga kerja yang bekerja di lokasi galian.
f. Untuk penggalian dengan level di bawah muka air tanah, perlu disiapkan sump pit/ dewatering untuk menjaga keseimbangan air di sekitarnya, karena apabila tidak disiapkan sistem dewatering yang baik, maka resiko penurunan level air sekitar tinggi sekali dan kesulitan di dalam penggalian.

3.3 Gangguan Air
a. Perlu mendapat perhatian yang besar untuk selalu mengontrol dan mengendalikan muka air tanah dengan pompa-pompa submersible atau dewatering system.
b. Lokasi galian diusahakan harus kering.
c. Melindungi tepi-tepi/ lereng galian dari terpaan air yang terus menerus karena merupakan faktor kelongsoran yang tinggi.
d. Harus disiapkan sump pit.

3.4 Perbaikan Pekerjaan
a. Jika terjadi pergerakan tanah atau kelongsoran segera hentikan pekerjaan.
b. Melakukan pencegahan kelongsoran selanjutnya dengan perbaikan turap yang ada ataupun penambahan turap yang baru.
c. Jika karena gangguan air, maka air harus segera dikeringkan/ disalurkan.
d. Memeriksa keadaan Bench Mark, bangunan sekitar, jalan yang ada, agar tidak terganggu.
e. Jangan membebani tepi galian dengan penumpukan tanah galian maupun material lainnya.





4.0 PEMERIKSAAN / PENGETESAN
4.1. Persiapan
4.2. Batas galian
4.3. Kemiringan galian
4.4. Jenis tanah galian
4.5. Level (Awal dan akhir)
4.6. Proteksi (Jenis Sistem)
4.7. Dewatering

5.0 REKAMAN
5.1. Pemeriksaan Pekerjaan Galian Tanah

6.0 LAMPIRAN
6.1. Form Pemeriksaan Pekerjaan Galian Tanah

Fakta dan Mitos Mengenai Imunisasi

Fakta dan Mitos Mengenai Imunisasi

Sejak pemberian vaksinasi secara luas di Amerika Serikat, jumlah kasus penyakit pada anak seperti campak dan pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) turun hingga 95% lebih. Imunisasi telah melindungi anak-anak dari penyakit mematikan dan telah menyelamatkan ribuan nyawa. Saat ini beberapa penyakit sangat jarang timbul sehingga para orang tua kadang mempertanyakan apakah vaksinasi masih diperlukan.
Anggapan yang keliru ini hanya salah satu dari kesalahpahaman mengenai imunisasi. Kebenarannya adalah bahwa sebagian besar vaksin mampu mencegah penyakit yang masih ada di dunia, walaupun angka kejadian penyakit tersebut jarang. Vaksinasi masih sangat berperan penting dalam menjaga kesehatan anak. Bacalah lebih lanjut tentang imunisasi secara lebih jelas dalam uraian berikut!

Apa yang terjadi pada tubuh dengan imunisasi

Vaksin bekerja dengan mempersiapkan tubuh anak anda untuk memerangi penyakit. Setiap suntikan imunisasi yang diberikan mengandung kuman mati atau yang dilemahkan, atau bagian darinya, yang menyebabkan penyakit tertentu. Tubuh anak anda akan dilatih untuk memerangi penyakit dengan membuat antibodi yang mengenali bagian-bagian kuman secara spesifik. Kemudian akan timbul respon tubuh yang menetap atau dalam jangka panjang. Jadi, ketika anak terpapar pada penyakit yang sebenarnya, antibodi telah siap pada tempatnya dan tubuh tahu cara memeranginya sehingga anak tidak jatuh sakit. Inilah yang disebut sebagai imunitas (ketahanan tubuh terhadap penyakit tertentu).

Fakta dan mitos

Yang patut disayangkan, beberapa orang tua yang salah mendapatkan informasi mengenai vaksin memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi pada anak mereka, akibatnya risiko anak tersebut untuk jatuh sakit lebih besar.
Untuk lebih memahami keuntungan dan risiko dari vaksinasi, berikut ini beberapa mitos umum yang ada di masyarakat dan faktanya.

Imunisasi akan menimbulkan penyakit yang seharusnya ingin dicegah dengan vaksinasi pada anak saya

Anggapan ini timbul pada beberapa orang tua yang memiliki kekhawatiran besar terhadap vaksin. Adalah suatu hal yang mustahil untuk menderita penyakit dari vaksin yang terbuat dari bakteri atau virus yang telah mati atau bagian dari tubuh bakteri atau virus tersebut. Hanya imunisasi yang mengandung virus hidup yang dilemahkan, seperti vaksin cacar air (varicella) atau vaksin campak, gondong, dan rubela (MMR), yang mungkin dapat memberikan bentuk ringan dari penyakit tersebut pada anak. Namun hal tersebut hampir selalu tidak lebih parah dari sakit yang dialami jika seseorang terinfeksi oleh virus hidup yang sebenarnya. Risiko timbulnya penyakit dari vaksinasi amatlah kecil.
Vaksin dari virus hidup yang tidak lagi digunakan di Amerika Serikat adalah vaksin polio oral (diberikan melalui tetes ke dalam mulut anak). Keberhasilan program vaksinasi memungkinkan untuk mengganti vaksin virus dari virus hidup ke virus yang telah dimatikan yang dikenal sebagai vaksin polio yang diinaktifkan. Perubahan ini secara menyeluruh telah menghapuskan penyakit polio yang ditimbulkan oleh imunisasi di Amerika Serikat.

Jika semua anak lain yang berada di sekolah diimunisasi, tidak ada bahaya jika saya tidak mengimunisasi anak saya

Adalah benar bahwa kemungkinan seorang anak untuk menderita penyakit akan rendah jika yang lainnya diimunisasi. Jika satu orang berpikir demikian, kemungkinan orang lain pun akan berpikir hal yang sama. Dan tiap anak yang tidak diimunisasi memberikan satu kesempatan lagi bagi penyakit menular tersebut untuk menyebar. Hal ini pernah terjadi antara tahun 1989 dan 1991 ketika terjadi wabah campak di Amerika Serikat. Perubahan laju imunisasi pada anak pra sekolah mengakibatkan lonjakan tinggi pada jumlah kasus campak, angka kematian, serta jumlah anak dengan kerusakan menetap akibatnya. Hal serupa pernah terjadi di Jepang dan Inggris pada tahun 1970 yaitu wabah pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari) yang terjadi saat laju imunisasi menurun.
Walaupun angka laju vaksinasi cukup tinggi di Amerika Serikat, tidak dapat dijamin bahwa anak anda hanya akan kontak dengan orang-orang yang telah divaksinasi, apalagi sekarang banyak orang bepergian dari dan ke luar negeri. Sepeti wabah ensefalitis pada tahun 1999 dari virus West Nile di New York, suatu penyakit dapat menyebar ke belahan bumi lain dengan cepatnya akibat perjalanan internasional. Cara terbaik untuk melindungi anak anda adalah dengan imunisasi.

Imunisasi akan memberikan reaksi buruk pada anak saya

Reaksi umum yang paling sering terjadi akibat vaksinasi adalah keadaan yang tidak berbahaya, seperti kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan, demam, dan ruam pada kulit. Walaupun pada kasus yang jarang imunisasi dapat mencetuskan kejang dan reaksi alergi yang berat, risiko untuk terjadinya hal tersebut sangat kecil dibandingkan risiko menderita penyakit jika seorang anak tidak diimunisasi. Setiap tahunnya jutaan anak telah divaksinasi secara aman, dan hampir semua dari mereka tidak mengalami efek samping yang bermakna.
Sementara itu, penelitian secara terus menerus dilakukan untuk meningkatkan keamanan imunisasi. The American Academy of Pediatrics (AAP) sekarang menganjurkan dokter untuk menggunakan vaksin difteri, tetanus, dan pertusis yang mengandung hanya satu bagian spesifik sel kuman pertusis dibandingkan dengan yang mengandung seluruh bagian sel kuman yang telah mati. Vaksin pertusis yang aselular (DtaP) dikaitkan dengan lebih kecilnya efek samping seperti demam dan kejang.
Baru-baru ini telah disetujui untuk mengganti zat pengawet timerosal dari semua vaksinasi, seperti yang direkomendasikan oleh The Advisory Commitee on Immunization Practice (ACIP), American Academy of Pediatrics, dan United States Public Health Service (USPHS).
Timerosal adalah produk dari etil merkuri dan telah digunakan sebagai pengawet vaksin sejak 1930. Jumlah timerosal yang terkandung dalam vaksin sangat rendah, pada kadar yang tidak berhubungan dengan keracunan merkuri. Namun USPHS sekarang merekomendasikan untuk meminimalkan semua paparan terhadap merkuri, tidak peduli berapapun sedikit kadarnya, hal ini termasuk pula penggunaan termometer kaca yang mengandung merkuri.
Pada tahun 1999, The Centre for Disease Cintrol (CDC) Amerika Serikat menunda penggunaan vaksin baru rotavirus setelah beberapa orang anak menderita sumbatan di usus yang mungkin dicetuskan oleh vaksin tersebut. Walaupun hanya beberapa kasus yang dilaporkan, CDC menghentikan pemberian vaksinasi karena adanya kekhawatiran mengenai keamanannya. Setelah dilakukan penelitian, vaksin rotavirus tidak diberikan lagi.
Ada rumor yang dikuatkan, banyak diantaranya yang diedarkan melalui internet, menghubungkan beberapa vaksin dengan multipel sklerosis, sindrom kematian mendadak pada bayi (SIDS), autisme, dan masalah kesehatan lainnya. Namun beberapa penelitian gagal dalam menunjukkan hubungan antara imunisasi dengan keadaan tersebut. Angka kejadian sindrom kematian mendadak pada bayi (SIDS) telah menurun lebih dari 50% beberapa tahun ini, padahal jumlah vaksin yang diberikan tiap tahun semakin meningkat.

Anak saya tidak perlu diiimunisasi karena penyakit tersebut telah dimusnahkan

Penyakit yang jarang atau tidak terjadi lagi di Amerika Serikat, seperti polio dan campak, tetap berkembang di belahan bumi lain. Dokter melanjutkan pemberian vaksin untuk penyakit tersebut karena penyakit tersebut sangat mudah ditularkan melalui kontak dengan penderita melalui perjalanan. Hal tersebut termasuk orang-orang yang mungkin belum diimunisasi masuk ke Amerika Serikat, seperti halnya orang Amerika yang bepergian ke luar negeri.
Jika laju imunisasi menurun, penyakit yang dibawa oleh seseorang yang datang dari negara lain dapat menimbulkan keadaan sakit yang berat pada populasi yang tidak terlindungi dengan imunisasi. Pada tahun 1994 polio telah terbawa dari India ke Kanada, namun tidak menyebar karena banyak masyarakat yang telah diimunisasi. Hanya penyakit yang telah diberantas tuntas dari muka bumi, seperti cacar (smallpox), yang aman untuk dihentikan pemberian vaksinasinya.

Anak saya tidak perlu diimunisasi jika ia sehat, aktif, dan makan dengan baik

Vaksinasi dimaksudkan untuk menjaga anak tetap sehat. Karena vaksin bekerja dengan memberi perlindungan tubuh sebelum penyakit menyerang. Jika anda menunda samapi anak anda sakit akan terlambat bagi vaksin untuk bekerja. Waktu yang tepat untuk memberikan imunisasi pada anak anda adalah saat ia dalam keadaan sehat.
Imunitas hanya bertahan sebentar

Beberapa vaksin, seperti campak dan pemberian beberapa serial vaksin hepatitis B, dapat menimbulkan kekebalan seumur hidup anda. Vaksin lainnya, seperti tetanus, bertahan sampai beberapa tahun, membutuhkan suntikan ulang dalam periode waktu tertentu (booster) agar dapat terus memberi perlindungan untuk melawan penyakit. Dan beberapa vaksin, seperti pertusis, akan semakin berkurang namun tidak memerlukan suntikan ulang (booster) karena tidak berbahaya pada remaja dan dewasa. Penting untuk menyimpan catatan pemberian suntikan imunisasi anak anda sehingga anda tahu kapan ia membutuhkan suntikan ulang (booster).

Fakta bahwa penelitian tentang vaksin masih terus berlanjut dan diperbaiki menunjukkan bahwa pemberiannya belum aman

Pusat pengawas obat dan makanan merupakan badan milik pemerintah yang bertanggung jawab untuk mengatur tentang vaksin di Amerika Serikat. Bekerja sama dengan CDC dan The National Institutes of Health (NIH) mereka meneruskan penelitian dan memonitor keamanan dan keefektifan pemberian vaksin.
Surat ijin bagi vaksin baru dikeluarkan setelah dilakukan penelitian laboratorium dan percobaan klinis, dan pengawasan keamanan tetap berlanjut walaupun vaksin telah disetujui. Telah dilakukan dan akan terus dilakukan perbaikan (misalnya seperti yang berlaku pada DtaP dan vaksin polio) yang akan meminimalkan efek samping yang mungkin terjadi dan untuk menjamin standar keamanan yang terbaik.


Informasi tambahan

Jelaslah bahwa vaksin adalah satu dari alat terbaik yang kita miliki agar anak sehat, namun keberhasilan dan program imunisasi bergantung pada ketersediaan. Anda bisa mendapatkan vaksin dengan harga murah atau gratis melalui klinik kesehatan masyarakat dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), dan pada kampanye vaksinasi anak (misal pekan imunisasi anak).
Anda dapat mengunjungi situs-situs kesehatan lain untuk mengetahui lebih lanjut mengenai vaksinasi. Sumber informasi lainnya adalah dokter anak anda. Bersama, anda dapat menjaga anak anda sehat dan ceria.


Salah Paham Mengenai Imunisasi
Timerosal mengakibatkan Autisme

Beberapa ilmuwan telah melemparkan wacana bahwa kandungan merkuri dalam vaksin merupakan penyebab autisme dan anak yang menderita autisme dianjurkan untuk menjalani terapi kelasi (chelation therapy, pemberian zat khusus sebagai upaya “mengikat” merkuri agar tidak dapat bereaksi dengan komponen sel tubuh) untuk detoksifikasi. Beberapa kasus telah dijadikan perkara hukum yang disidangkan dan beberapa pengacara menyebarkan informasi di internet untuk mendapatkan klien. Situasi ini semakin berkembang karena sampai sekarang beberapa vaksin masih mengandung timerosal, zat pengawet yang mengandung merkuri yang tidak digunakan lagi. Ada beberapa alasan mengapa kecemasan mengenai timerosal dalam vaksin sebenarnya merupakan informasi yang menyesatkan:
Jumlah merkuri yang terkandung sangat kecil.
Tidak ada hubungan merkuri dan autisme yang terbukti.
Tidak ada alasan yang masuk akal untuk mempercayai bahwa autisme terjadi karena sebab keracunan
Timerosal telah digunakan sebagai pengawet pada makhluk hidup dan vaksin sejak tahun 1930 karena dapat mencegah kontaminasi bakteri dan jamur, terutama pada tabung yang digunakan untuk beberapa kali pemakaian. Pada tahun 1999, FDA (Food and Drug Administration) memeriksa catatan bahwa dengan bertambahnya jumlah vaksin yang dianjurkan pada bayi, jumlah total merkuri pada vaksin yang mengandung timerosal dapat melebihi batas yang dianjurkan oleh badan pengawas lain (1). Jumlah merkuri yang ditentukan oleh FDA memiliki batas aman yang lebar, dan belum ada informasi mengenai bayi yang sakit akibatnya. Meski demikian untuk berhati-hati, US Public Health Service dan the American Academy of Pediatrics meminta dokter untuk meminimalkan paparan terhadap vaksin yang mengandung timerosal dan kepada perusahaan pembuat vaksin untuk menghilangkan timerosal dari vaksin sesegera mungkin (2). Pada pertengahan 2000 vaksin hepatitis B dan meningitis bakterial yang bebas timerosal tersedia luas.kombinasi vaksin difteri,pertusis, dan tetanus sekarang juga tersedia tanpa timerosal. Vaksin MMR, cacar air, polio inaktif, dan konjugasi pneumokok tidak pernah mengandung timerosal.
Sebelum adanya pembatasan, paparan maksimal kumulatif merkuri pada anak dalam 6 bulan pertama kehidupan dapat mencapai 187,5 mikrogram (rata-rata 1 mikrogram/hari). Pada formula vaksin yang baru paparan maksimal kumulatif selama 6 bulan pertama kehidupan adalah tidak lebih dari 3 mikrogram (3). Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa batasan maksimal keduanya memiliki efek toksik (keracunan).
Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit (CDC) telah membandingkan angka kejadian autisme dengan jumlah timerosal yang ada dalam vaksin. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perubahan relatif angka kejadian antara autisme dengan jumlah timerosal yang diterima anak dalam 6 bulan pertama kehidupan (dari 0-160 mikrogram). Hubungan yang lemah ditemukan antara asupan timerosal dan beberapa kelainan pertumbuhan saraf (seperti gangguan pemusatan perhatian) pada satu penelitian saja, namun tidak terbukti pada penelitian selanjutnya (4). Penelitian lain yang direncanakan sepertinya juga tidak akan menunjukkan hubungan bermakna.
Komite Intitute of Medicine (IOM) yang telah menyebarkan luaskan laporannya pada bulan Oktober 2001 menemukan tidak ada bukti hubungan antara vaksin yang mengandung timerosal dan autisme, ggangguan pemusatan perhatian, keterlambatan bicara dan bahasa, atau kelainan perkembangan saraf lainnya (5)
Penggunaan terapi kelasi untuk penanganan anak yang menderita autisme sama sekali tidak berhubungan.


VAKSIN MMR MENYEBABKAN AUTISME?

Akhir-akhir ini pada sebagian masyarakat tersebar informasi tentang dugaan adanya hubungan antara autisme dengan imunisasiMMR (Measles, Mumps, Rubella) yang menimbulkan keresahan yang berbuntut penolakan dan penundaan
terhadap imunisasi/vaksin MMR yang sedianya diciptakan untuk mencegah terjangkitnya penyakit infeksi akibat virus measles/campak, mumps/gondongan dan rubella, yang mematikan dan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup pada anak.

PENJELASAN:

Message #1: Vaksin MMR (M=Measles/Campak; M=Mumps/Gondong; R=Rubella) terbukti tidak menyebabkan autis
Berbagai penelitian dan studi tidak menemukan bukti bahwa vaksin MMR dapat menyebabkan autis.
Studi terakhir berbasis populasi di London Utara telah dipublikasikan di British Medical Journal (BMJ 2002;324:393-396). 473 orang dengan gejala autisme yang lahir antara 1979 dan 1998 telah diperiksa.
Kesimpulan penelitian ini adalah sbb:
“Penelitian ini menemukan bahwa tidak adanya keterkaitan antara MMR dengan bentuk “varian baru” dari autisme dengan regresi perkembangan anak dan masalah usus (bowel disorder), dan merupakan suatu bukti yang lebih kuat untuk menyatakan tidak adanya keterlibatan vaksin MMR dengan inisiasi autisme.”

STUDI-STUDI TERBARU MENGENAI MMR & EFEK SAMPING

The risk of seizures after receipt of whole-cell pertussis or measles, mumps, and rubella vaccine. N Engl J Med. 2001 Aug 30;345(9):656-61. Barlow WE et al.
Tidak ada konsekuensi efek samping jangka panjang yang ditemukan sehubungan dengan pemberian vaksin DPT dan MMR.
Measles-Mumps-Rubella Vaccine and Autistic Spectrum Disorder: Report From the New Challenges in Childhood Immunizations Conference Convened in Oak Brook, Illinois, June 12-13, 2000. Pediatrics 2001;107(5). Halsey, Neal
A.; Hyman, Susan L.
Para peneliti dalam studi ini mempelajari lebih dari 1.000 referensi yang ada di literatur ilmiah dan menggambarkan bahwa riset mereka tidak mendukung hipotesa bahwa vaksin MMR menyebabkan autisme, gangguan spektrum autisme atau penyakit inflamasi usus. Salinan komplit dari studi ini tersedia dalam versi online Pediatrik di
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/107/5/e84
Institute of Medicine (IOM) Committee Rejects Causal Relationship Between Measles-Mumps-Rubella Vaccine and Autism Spectrum Disorder Pada suatu diskusi publik tgl. 23 April 2001, Komite institusi obat yang menelaah keamanan imunisasi mengeluarkan suatu laporan yang mana mereka menyimpulkan penolakan terhadap hubungan kausal/penyebab antara vaksin campak-gondong-rubela (MMR) dan gangguan spektrum autisme, yang dikenal sebagai autisme. Teks lengkap dari laporan ini tersedia di www.iom.edu/imsafety
Evidence shows genetics, not MMR vaccine, determines autism (AAP News December 1999) by Charles G. Prober, MD, FAAP. Bukti-bukti menunjukkan bahwa genetiklah, bukan vaksin MMR yang menyebabkan autisme
No evidence for measles, mumps, and rubella vaccine-associated inflammatory bowel disease or autism in a 14-year prospective study. (Lancet 1998;351:1327-8) (5-02-98) Studi pada 31 anak-anak di Finlandia dengan gejala-gejala
gastrointestinal setelah kira-kira 3 juta anak yang divaksinasi. Dr. Peltola dkk, setelah lebih dari 10 tahun mengikuti efek samping-efek samping yang berasosiasi dengan vaksin MMR, menemukan tidak adanya data yang menghubungkan antara vaksin MMR dengan gangguan perkembangan anak atau penyakit inflamasi usus.
No evidence to support an association between measles, measles vaccination and Crohn's disease - three letters in June 6 1998 British Medical Journal.
Tidak dijumpai adanya hubungan antara vaksinasi campak dengan penyakit Crohn

PERNYATAAN-PERNYATAAN PENTING SEPUTAR VAKSIN MMR & AUTISME

1. Pernyataan dari Departemen Kesehatan RI, Badan POM dan Ketua IDAI:
http://www.aventispasteur.co.id/artikel_004.htm
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia mengambil kesimpulan bahwa tidak ada kaitan antara kejadian autisme pada anak dengan imunisasi MMR.

2. Pernyataan dari Badan Kesehatan Dunia/WHO:

a. Pernyataan WHO: MMR tidak ada hubungannya dengan Autisme.
http://www.who.int/vaccine_safety/topics/mmr/mmr_autism/en/

b. Posisi WHO terhadap isu MMR & Autisme.
http://www.who.int/inf-pr-2001/en/state2001-02.html

c. Posisi WHO terhadap isu thiomersal dalam vaksin MMR menyebabkan autisme
http://www.who.int/vaccine_safety/topics/thiomersal/en/
http://www.who.int/vaccine_safety/topics/thiomersal/statement200308/en/index.html
http://www.who.int/vaccine_safety/topics/thiomersal/questions/en/index.html

3. Pernyataan dan telaah Autisme dari CDC-Atlanta:
http://www.cdc.gov/nip/vacsafe/concerns/autism/default.htm
http://www.cdc.gov/nip/vacsafe/concerns/autism/cadata.htm
http://www.cdc.gov/nip/vacsafe/concerns/autism/autism-mmr.htm
http://www.cdc.gov/nip/vacsafe/concerns/gen/multiplevac.htm
Bobot dari bukti-bukti ilmiah yang saat ini ada tidak mendukung hipotesa bahwa vaksin menyebabkan autisme. Kami mengerti bahwa ketertarikan publik terhadap isu ini, dan oleh sebab itu mendukung riset tambahan terhadap hipotesa ini. CDC berkomitmen untuk menjaga keamanan, vaksin yang sangat efektif yang disuplai sepanjang sejarah.

4. Pernyataan dari American Academy of Pediatrics:
http://www.aap.org/advocacy/washing/23apr01.htm
American Academy of Pediatrics secara berkesinambungan merekomendasi para orang tua untuk memvaksinasi penuh anak-anaknya untuk mencegah penyakit yang berbahaya seperti campak. Walaupun ada usulan beberapa orang agar
kombinasi MMR dipisah, menurut kami tidak ada alasan untuk melakukan hal tsb.

5. Buku yang mengupas secara lengkap isu mengenai MMR & Autisme (102 halaman):
http://www.nap.edu/catalog/10101.html

6. Tambahan info dalam bahasa Indonesia:
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=189802&kat_id=13 “Vaksin MMR Tidak Menyebabkan Autis”
http://www.aventispasteur.co.id/artikel_view.asp?x=8 “Thimerosal dan Autisme”
http://www.aventispasteur.co.id/artikel_view.asp?x=2 “Vaksin MMR Apakah Hubungannya Dengan Autisme?”

Message #2: Vaksin adalah tindakan pencegahan yang sangat efektif.
Vaksin mempunyai dampak kemanusiaan yang sangat besar karena diciptakan untuk mencegah terjangkitnya penyakit-penyakit infeksi yang sering timbul dan mudah menular.

Mencegah sebelum terjadi jauh lebih baik daripada mengobati. Memang vaksin tidak memberikan proteksi 100%, tapi setidaknya bila si anak terkena penyakit yg sudah dapat.vaksinnya, maka kerugian yang ditimbulkan akan sangat berkurang.

Proses penemuan dan pembuatan dan launching suatu vaksin merupakan proses yang panjang, hard labor, dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum suatu vaksin dinyatakan aman (bukan sekedar efektif) bagi konsumennya. Implementasi program imunisasi itu merupakan kerjasama dankeputusan bersama dari banyak pihak seperti:

1. Organisasi internasional (WHO, Unicef)

2. Organisasi kemanusiaan (GAVI, PATH, dll)

3. Kebijakan nasional masing2 negara

4. Para peneliti dan institusi besarnya

5. Para pembuat vaksin

Semua pihak tidak akan bersusah payah seperti itu bila vaksin memang merugikan.

Message #3: Bahaya yang Anak Anda hadapi dengan penolakan/penundaan pemberian vaksin MMR bisa sangat fatal!!
Seluruh dunia sangat khawatir dengen meningkatnya wabah penyakit menular akibar virus MMR yg menyebabkan meningkatnya angka kematian bayi dan anak.

Tahukah Anda akibat yang bisa disebabkan oleh virus MMR? Mumps/gondongan bisa menyebabkan anak menjadi tuli. Virus measle/campak bisa menimbulkan radang otak atau viral encephalitis, dan bila terinfeksi bisa menyebabkan kerusakan pada otak, CP vegetatif (hidup – tetapi seperti tanaman akibat kerusakan otak) atau bahkan kematian. Virus rubella bisa menyebabkan bayi cacat (katarak, kelainan jantung, otaknya rusak dan kecil), dll.

Jangan karena imaginary scared, suatu ketakutan yang tidak beralasan dan tidak terbukti mengenai vaksin MMR-autis ini, anak anda malah didahapkan ke bahaya-bahaya nyata yang dapat terjadi bila tidak/menunda vaksin MMR, sebuah resiko tinggi yang tidak hanya berpotensi membahayakan jiwa, tetapi juga membuat cacat seumur hidup. Please be smart, for the sake of your children

Imunisasi merupakan upaya yg sangat cost-effective, aman, murah, mudah, dan tentunya lebih etis TENTUNYA LEBIH ETIS (DALAM BAHASA AWAMNYA LEBIH MANUSIAWI) KETIMBANG MEMBIARKAN ANAK JATUH SAKIT.


MENYIKAPI KONTROVERSI AUTISME DAN IMUNISASI MMR

dr. Widodo Judarwanto, Rumah Sakit Bunda Jakarta dalam waktu terakhir ini kasus penderita autisme tampaknya semakin meningkat pesat. Autisme tampak menjadi seperti epidemi ke berbagai belahan dunia. Dilaporkan terdapat kenaikan angka
kejadian penderita Autisme yang cukup tajam di beberapa negara. Keadaan tersebut di atas cukup mencemaskan mengingat sampai saat ini penyebab autisme multifaktorial, masih misterius dan sering menjadi bahan perdebatan diantara para klinisi.

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.Perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada kemungkinan hubungan autisme dengan imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubella). Banyak orang tua menolak imunisasi karena mendapatkan informasi bahwa imunisasi MMR dapat mengakibatkan autisme. Akibatnya anak tidak mendapatkan perlindungan imunisasi untuk menghindari penyakit-penyakit justru yang lebih berbahaya seperti hepatitis B, Difteri, Tetanus, pertusis, TBC dan sebagainya. Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan bahwa autism tidak berkaitan dengan imunisasi MMR. Tetapi memang terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa
Autism dan imunisasi MMR berhubungan.

Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit Campak, Campak Jerman dan Penyakit Gondong. Pemberian vaksin MMR biasanya diberikan pada usia anak 16 bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan secara terpisah, tetapi dalam beberapa tahun kemudian digabung menjadi vaksin kombinasi. Kombinasi tersebut terdiri dari virus hidup
Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah dilemahkan, Componen Antigen Rubella
dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang dilemahkan dan Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau Urabe AM-9.

Pendapat yang mendukung autism berkaitan dengan imunisasi :
Terdapat beberapa penelitian dan beberapa kesaksian yang mengungkapkan Autisme mungkin berhubungan dengan imunisasi MMR.
Reaksi imunisasi MMR secara umum ringan, pernah dilaporkan kasus meningoensfalitis pada minggu 3-4 setelah imunisasi di Inggris dan beberapa tempat lainnya.
Reaksi klinis yang pernah dilaporkan meliputi kekakuan leher, iritabilitas hebat, kejang, gangguan kesadaran, serangan ketakutan yang tidak beralasan dan tidak dapat dijelaskan, defisit motorik/sensorik, gangguan penglihatan, defisit visual
atau bicara yang serupa dengan gejala pada anak autism.

Andrew Wakefielddari Inggris melakukan penelitian terhadap 12 anak, ternyata terdapat gangguan Inflamantory Bowel disesase pada anak autism. Hal ini berkaitan dengan setelah diberikan imunisasi MMR. Bernard Rimland dari Amerika juga mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Wakefield dan Montgomery melaporkan adanya virus morbili (campak) dengan autism pada 70 anak dari 90 anak autism dibandingkan dengan 5 anak dari 70 anak yang tidak autism. Hal ini hanya menunjukkan hubungan, belum membuktikan adanya sebab akibat.

Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autisme disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi. Sedangkan beberapa orang tua penderita autisme di Indonesia pun berkesaksian bahwa anaknya terkena autisme setelah diberi imunisasi

Pendapat yang menentang bahwa imunisasi menyebabkan autisme Sedangkan penelitian yang mengungkapkan bahwa MMR tidak mengakibatkan Autisme lebih banyak lagi dan lebih sistematis. Brent Taylor, melakukan penelitian epidemiologik dengan menilai 498 anak dengan Autisme. Didapatkan kesimpulan terjadi kenaikkan tajam penderita
autism pada tahun 1979, namun tidak ada peningkatan kasus autism pada tahun 1988 saat MMR mulai digunakan. Didapatkan kesimpulan bahwa kelompok anak yang tidak mendapatkan MMR juga terdapat kenaikkan kasus aurtism yang sama dengan kelompok yang di imunisasi MMR.

Dales dkk seperti yang dikutip dari JAMA (Journal of the American Medical Association) 2001, mengamati anak yang lahir sejak tahun 1980 hingga 1994 di California, sejak tahun 1979 diberikan imunisasi MMR. Menyimpulkan bahwa kenaikkan angka kasus Autism di California, tidak berkaitan dengan mulainya pemberian MMR.

Intitute of medicine, suatu badan yang mengkaji keamanan vaksin telah melakukan kajian yang mendalam antara hubungan Autisme dan MMR. Badan itu melaporkan bahwa secara epidemiologis tidak terdapat hubungan antara MMR dan ASD. The British Journal of General Practice mepublikasikan penelitian De Wilde, pada bulan maret
2001. Meneliti anak dalam 6 bulan setelah imunisasi MMR dibandingkan dengan anak
tanpa Autisme. Menyimpulkan tidak terdapat perubahan perilaku anak secara bermakna antara kelompok control dan kasus. Pada jurnal ilmiah Archives of Disease in Childhood, September 2001, The Royal College of Paediatrics and Child Health, menegaskan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung adanya hipoteda kaitan imunisasi MMR dan Autisme. Para profesional di bidang kesehatan tidak usah ragu dalam merekomendasikan imunisasi MMR pada pasiennya..

Makela A, Nuorti JP, Peltola H tim peneliti dari Central Hospital Helsinki dan universitas Helsinky Finlandia pada bulan Juli 2002 telah melakukan penelitian terhadap 535.544 anak yang mendapatkan imunisasi MMR sejak 1982 hingga 1986, yang dilakukan pengamatan 3 bulan setelah di Imunisasi. Mereka menyimpulkan bahwa tidak
menunjukkan hubungan yang bermakana antara imunisasi MMR dengan penyakit neurologis (persrafan) seperti ensefalitis, aseptik meningitis atau autisme.
Kreesten Meldgaard Madsen dkk bulan November 2002,melakukan penelitian sejak tahun 1991 - 1998 terhadap 440.655 anak yang mendapatkan imunisasi MMR. Hasilnya menunjukkan tidak terbukti hipotesis hubungan MMR dan Autisme.

Rekomendasi Intitusi atau Badan Kesehatan Dunia Beberapa institusi atau badan dunia di bidang kesehatan yang independen dan sudah diakui kredibilitasnya juga
melakukan kajian ilmiah dan penelitian tentang tidak adanya hubungan imunisasi dan
autisme. Dari hasil kajian tersebut, dikeluarkan rekomendasi untuk tenaga profesional untuk tetap menggunakan imunisasi MMR dan thimerosal karena tidak terbukti mengakibatkan Autisme.

The All Party Parliamentary Group on Primary Care and Public Health pada bulan Agustus 2000, menegaskan bahwa MMR aman. Dengan memperhatikan hubungan yang tidak terbukti antara beberapa kondisi seperti inflammatory bowel disease (gangguan
pencernaan) dan autisme adalah tidak berdasar.

WHO (World Health Organisation), pada bulan Januari 2001 menyatakan mendukung sepenuhnya penggunaan imunisasi MMR dengan didasarkan kajian tentang keamanan dan efikasinya.

Beberapa institusi dan organisasi kesehatan bergengsi di Inggris termasuk the British Medical Association, Royal College of General Practitioners, Royal College of Nursing, Faculty of Public Health Medicine, United Kingdom Public Health Association, Royal College of Midwives, Community Practitioners and Health Visitors Association, Unison, Sense, Royal Pharmaceutical Society, Public Health Laboratory Service and Medicines Control Agency pada bulan januari tahun 2001
setelah mengadakan pertemuan dengan pemerintahan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama yaitu MMR adalah vaksin yang sangat efektif dengan laporan keamanan yang sangat baik. Secara ilmiah sangat aman dan sanagat efektif untuk melindungi anak dari penyakit. Sangat merekomendasikan untuk memberikan MMR terhadap anak dan tanpa menimbulkan resiko.

The Committee on Safety of Medicine (Komite Keamanan Obat) pada bulan Maret 2001, menyatakan bahwa kesimpulan dr Wakefield tentang vaksin MMR terlalu premature. Tidak terdapat sesuatu yang mengkawatirkan. The Scottish Parliament?s Health and Community Care Committee, juga menyatakan pendapat tentang kontroversi yang terjadi, yaitu Berdasarkan pengalaman klinis berbasis bukti, tidak terdapat hubungan secara ilimiah antara MMR dan Autisme atau Crohn disease. Komite tesebut tidak merekomendasikan perubahan program imunisasi yang telah ditetapkan sebelum nya bahwa MMR tetap harus diberikan.

The Irish Parliament?s Joint Committee on Health and Children pada bulan September 2001, melakukan review terhadap beberapa penelitian termasuk presentasi Dr Wakefield yang mengungkapkan AUTISM berhungan dengan MMR. Menyimpulkan tidak ada hubungan antara MMR dan Autisme. Tidak terdapat pengalaman klinis lainnya yang
mebuktikan bahan lain di dalam MMR yang lebih aman dibandingkan kombinasi imunisasi. MMR.

The American Academy of Pediatrics (AAP), organisasi profesi dokter anak di Amerika Serikat pada tanggal 12 ? 13 Juni 2000 mengadakan konferensi dengan topik "New Challenges in Childhood Immunizations" di Oak Brook, Illinois Amerika Serikat yang dihadiri para orang tua penderita autisme, pakar imunisasi kesehatan anak dan
para peneliti. Pertemuan tersebut merekomendasikan bahwa tidak terdapat huibungan
antara MMR dan Autisme. Menyatakan bahwa pemberian imunisasi secara terpisah tidak lebih baik dibandingkan MMR, malahan terjadi keterlambatan imunisasi MMR. Selanjutnya akan dilakukan penelitian lebih jauh tentang penyebab Autisme.

BAGAIMANA SIKAP KITA SEBAIKNYA ?
Bila mendengar dan mengetahui kontroversi tersebut, maka masyarakat awam bahkan beberapa klinisipun jadi bingung. Untuk menyikapinya kita harus cermat dan teliti dan berpikiran lebih jernih. Kalau mengamati beberapa penelitian yang mendukung adanya autisme berhubungan dengan imunisasi, mungkin benar sebagai pemicu. Secara umum penderita autisme sudah mempunyai kelainan genetik (bawaan) dan biologis sejak awal. Hal ini dibuktikan bahwa genetik tertentu sudah hampir dapat diidentifikasi dan penelitian terdapat kelainan otak sebelum dilakukan imunisasi. Kelainan autism ini bisa dipicu oleh bermacam hal seperti imunisasi, alergi makanan, logam berat dan sebagainya. Jadi bukan hanya imunisasi yang dapat memicu timbulnya autisme. Pada sebuah klinik tumbuh kembang anak didapatkan 40 anak dengan autism tetapi semuanya tidak pernah diberikan imunisasi. Hal ini membuktikan bahwa pemicu autisme bukan hanya imunisasi.

Penelitian yang menunjukkan hubungan keterkaitan imunisasi dan autism hanya dilihat dalam satu kelompok kecil (populasi) autism. Secara statistik hal ini hanya menunjukkan hubungan, tidak menunjukkan sebab akibat. Kita juga tidak boleh langsung terpengaruh pada laporan satu atau beberapa kasus, misalnya bila orang tua anak autism berpendapat bahwa anaknya timbul gejala autism setelah imunisasi.
Kesimpulan tersebut tidak bisa digeneralisasikan terhadap anak sehat secara umum
(populasi lebih luas). Kalau itu terjadi bisa saja kita juga terpengaruh oleh beberapa makanan yang harus dihindari oleh penderita autism juga juga akan dihindari oleh anak sehat lainnya. Jadi logika tersebut harus dicermati dan dimengerti.

Bila terpengaruh oleh pendapat yang mendukung keterkaitan autism dan imunisasi tanpa melihat fakta penelitian lainnya yang lebih jelas, maka kita akan mengabaikan imunisasi dengan segala akibatnya yang jauh lebih berbahaya pada anak. Penelitian dalam jumlah besar dan luas secara epidemiologis lebih bisa dipercaya untuk menunjukkan sebab akibat dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Beberapa institusi atau badan kesehatan dunia yang bergengsi pun telah mengeluarkan rekomendasi untuk tetap meneruskan pemberian imunisasi MMR. Hal ini juga menambah keyakinan kita bahwa memang Imunisasi MMR memang benar aman.

Kontroversi itu terus berlanjut terus, namun kita bisa mengambil hikmah dan jalan yang terbaik anak kita harus imunisasi atau tidak ?
Untuk meyakinkan hal tersebut mungkin kita bisa berpedoman pada banyak penelitian yang lebih dipercaya validitasnya secara statistik dengan populasi lebih banyak dan luas yaitu Autisme tidak berhubungan dengan MMRl. Demikian pula kita harus percaya terhadap rekomendasi berbagai badan dunia kesehatan yang independen dan terpercaya setelah dilakukan kajian ilmiah terhadap berbagai penelitian yang
dilakukan oleh beberapa pakar kesehatan anak di berbagai dunia maju.

Dari beberapa hal tersebut diatas, tampaknya dapat disimpulkan bahwa Imunisasi MMR tidak mengakibatkan Autisme, bila anak kita sehat dan tidak berbakat autisme. Tetapi diduga imunisasi dapat memicu memperberat timbulnya gangguan perilaku pada anak yang sudah mempunya bakat autisme secara genetik sejak lahir.

Tetapi tampaknya teori, penelitian atau pendapat beberapa kasus yang mendukung keterkaitan autisme dengan imunisasi, tidak boleh diabaikan bergitu saja. Meskipun laporan penelitian yang mendukung hubungan Autisme dan imunisasi hanya dalam populasi kecil atau bahkan laporan perkasus anak autisme. Sangatlah bijaksana untuk lebih waspada bila anak kita sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan
perkembangan atau perilaku sejak dini, memang sebaiknya untuk mendapatkan imunisasi MMR harus berkonsultasi lebih jelas dahulu dengan dokter anak. Bila anak
kita sudah dicurigai ditemukan bakat kelainan Autism sejak dini atau beresiko terjadi autisme, mungkin bisa saja menunda dahulu imunisasi MMR sebelum dipastikan diagnosis Autisme dapat disingkirkan. Meskipun sebenarnya pemicu atau faktor yang memperberat Autisme bukan hanya imunisasi. Dalam hal seperti ini kita harus memahami dengan baik resiko, tanda dan gejala autisme sejak dini.

Tetapi bila anak kita sehat, tidak beresiko atau tidak menunjukkan tanda dini gejala Autisme maka kita tidak perlu kawatir untuk mendapatkan imunisasi tersebut. Kekawatiran terhadap imunisasi tanpa didasari pemahaman yang baik dan pemikiran yang jernih akan menimbulkan permasalahan kesehatan yang baru pada anak kita. Dengan menghindari imunisasi maka akan timbul permasalahan baru yang lebih berbahaya dan dapat mengancam jiwa terutama bila anak terkena infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.


Pemberian Imunisasi Berjarak dan Bersamaan

Prinsip umum pemberian vaksin secara berjarak dan bersamaan adalah sebagai berikut:
Harus diperhatikan rentang waktu minimal yang dianjurkan antara dosis vaksin yang berurutan (Tabel 2); pengurangan rentang waktu minimal yang dianjurkan dapat menyebabkan pengaruh negatif dari respon antibodi dan kekebalan.
Peningkatan rentang waktu minimal yang dianjurkan antara dosis vaksin yang berurutan tidak mengurangi efektivitas vaksin tersebut.
Tidak perlu mengulang pemberian vaksin dari awal lagi bila rentang waktu pemberian suatu seri vaksin terlalu jauh; seri vaksin harus dilengkapi segera mungkin tapi tidak diulang (pengecualian: vaksin tifoid oral harus diebrikan sesuai yang dianjurkan)
Tidak terdapat indikasi kontra terhadap pemberian beberapa jenis vaksin secara bersamaan, vaksin harus diberikan pada tempat yang berbeda. Di Amerika Serikat pemberian vaksin kolera dan demam kuning secara bersamaan tidak dianjurkan (karena menurunkan respon antibodi), pemberian vaksin setidaknya berbeda 3 minggu.
Jika beberapa vaksin tidak diberikan secara bersamaan, rekomendasi jarak pemberian vaksin sebagai berikut:
Rentang waktu antara dua vaksin hidup yang berbeda harus dalam 4 minggu.
Dianjurkan pemberian tanpa rentang waktu antara vaksin yang dilemahkan/toksoid/subunit yang berbeda atau antara vaksin hidup dan vaksin yang dilemahkan/toksoid/subunit.

Prinsip umum dari rentang waktu diterimanya antara produk darah yang mengandung antibodi dan vaksin adalah sebagai berikut:
Vaksin yang dilemahkan/toksoid umumnya tidak dipengaruhi oleh antibodi (yang beredar dalam aliran darah) terhadap antigen (komponen protein yang dianggap asing oleh tubuh) termasuk vaksin.
Vaksin hidup dapat dipengaruhi oleh antibodi (yang beredar dalam aliran darah) terhadap virus dalam vaksin tersebut, oleh karena itu: jika vaksin pertama kali diberikan, ditunggu sampai 2 minggu sebelum pemberian produk darah yang mengandung antibodi; jika produk darah mengandung antibodi diberikan lebih dahulu, ditunggu setidaknya 3 bulan sebelum pemberian vaksin hidup.

Vaksin (Imunisasi Dasar) Rentang waktu minimal antara dosis 1 dan dosis 2 Rentang waktu minimal antara dosis 2 dan dosis 3 Rentang waktu minimal antara dosis 3 dan dosis 4
DTP/DT/DTaP 4 minggu 4 minggu 6 bulan
Haemophilus influenzae (Hib) 4 minggu 4 minggu
Hepatitis A 6 bulan
Hepatitis B 4 minggu 8 minggu
Measles-mumps-rubella (MMR) 4 minggu
Pneumococcal Vaccine yang dikonjugasi 4 minggu 4 minggu
Pneumococcal Polysaccharide Vaccine 5 tahun
Poliomyelitis (IPV) 4 minggu 4 minggu
Poliomyelitis (OPV) 4 minggu 4 minggu
Varicella 4 minggu

Tabel 1 – Rentang waktu minimal antara dosis vaksin yang berurutan berdasarkan tipe vaksin*
* vaksin kombinasi tidak termasuk di dalam tabel, rentang waktu minimal antara dosis vaksin yang akan diberikan merupakan rentang waktu minimal terbaik untuk setiap masing-masing antigen.
(Diikuti[p dari Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) dan the American Academy of Family Physicians (AAFP). General recommendations on Immunization. Morbid Mortal Wkly Rep 2002;51(RR-2).

Keterkaitan struktur Vaksin

Vaksin dari pabrik yang berbeda dapat mengandung antigen/kandungan antigen yang berbeda atau stabilisator atau zat pengawet yang berbeda. Berdasarkan data yang ada menunjukkan vaksin hepatitis A, hepatitis B, dan Hib campuran memiliki keterkaitan struktur dengan vaksin imunisasi dasar yang berkesesuaian. Tidak adanya data hubungan serologis yang jelas terhadap perlindungan pertusis, keaakuratan dari data yang terbatas mengenai imunogenitas untuk setiap vaksin DTaP yang digunakan pada imunisasi dasar tidak diketahui. Oleh karena itu dianjurkan lebih baik menggunakan vaksin DTaP merek yang sama (atau vaksin kombinasi dengan DTaP) untuk semua dosis imunisasi dasar. Akan tetapi pemberian rangkaian imunisasi tidak boleh terputus hanya karena merek vaksin terdahulu tidak diketahui atau tidak tersedia.
Sumber : http://www.worldwidevaccines.com/general_rec/page4_new.asp#spacing


BAGAIMANA VAKSIN BEKERJA?

From Original Article: How Vaccines Work
Source: http://www.mayoclinic.com/invoke.cfm?id=ID00023
Translated by: Imelda Scorvia
Bakteri, virus dan kuman-kuman lainnya mengancam tubuh setiap harinya. Namun ketika suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme menyerang tubuh, sistem imun atau sistem kekebalan tubuh akan meningkatkan sistem pertahanannya dengan memproduksi sejenis protein yang disebut dengan “antibodi” untuk melawan ‘serangan-serangan asing’. Fungsi dari sistem kekebalan tubuh adalah untuk mencegah berbagai penyakit dengan membinasakan ‘serangan-serangan’ asing ataupun mengupayakan sebuah keamanan dalam tubuh.
Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh. Untuk memahami cara kerja vaksin, anda perlu sedikit mengetahui perihal bagaimana tubuh dapat mencapai imunitas.

Memahami Imunitas / Kekebalan Tubuh

Tubuh dapat menjadi kebal terhadap bakteri, virus maupun kuman lainnya dengan dua cara:
Dengan mengalami suatu penyakit (imunitas/kekebalan alami)
Melalui vaksin (kekebalan akibat vaksin / vaccine-induced immunity)
Apapun bentuk kekebalannya, baik kekebalan alami ataupun kekebalan dari vaksin, ketika tubuh memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme, maka tubuh anda telah terlindungi terhadap penyakit tersebut dengan lebih baik.

Imunitas / Kekebalan Alami

Kekebalan alami terbentuk setelah tubuh terpapar oleh organisme tertentu. Sistem kekebalan tubuh menggerakkan suatu pertahanan yang kompleks untuk mencegah tubuh terjangkit oleh penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri tersebut.
Terpaparnya tubuh terhadap suatu ‘serangan asing’ merangsang produksi sel darah putih tertentu dalam tubuh yang disebut dengan B cells. B cells ini memproduksi sel-sel plasma, yang bertugas memproduksi antibodi khusus untuk melawan ‘penyerang asing’ ini. Antibodi ini beredar dalam cairan tubuh. Jika suatu saat si ‘penyerang asing’ masuk kembali ke dalam tubuh, antibodi akan segera mengenalinya dan langsung menghancurkannya. Ketika tubuh telah memproduksi suatu antibodi tertentu, maka tubuh dapat memproduksi antibodi ini dalam jumlah lebih jika diperlukan.
Selain tugas dari B cells, suatu sel darah putih yang disebut makrofag pun menghadapi dan menghancurkan ‘penyerang asing’. Jika tubuh menghadapi suatu kuman yang belum pernah ditemui sebelumnya, informasi mengenai kuman ini diteruskan kepada sel darah putih yang disebut dengan T cells. Sel ini membantu memproduksi sel-sel penyerang infeksi lainnya.
Sekali tubuh pernah menghadapi suatu virus atau bakteri tertentu, dan ketika suatu saat tubuh menghadapinya kembali, antibodi dan memori T cells langsung bekerja. Mereka segera bereaksi terhadap organisme tersebut dan menyerangnya sebelumnya penyakit berkembang lebih lanjut. Sistem kekebalan tubuh dapat mengenali dan menyerang ribuan organisme yang berbeda-beda secara efektif.

Kekebalan Tubuh akibat Vaksin (Vaccine-induced Immunity)

Kekebalan tubuh akibat vaksin dihasilkan setelah tubuh anda menerima suatu vaksin. Vaksin memicu kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menyerang suatu infeksi tanpa menghadapi penyakit yang disebabkan oleh kuman terlebih dahulu. Vaksin terdiri dari kuman yang telah dibunuh ataupun kuman yang telah dilemahkan ataupun derivative of the infectious germ. Ketika diberikan kepada seseorang yang sehat, vaksin memicu reaksi dari sistem kekebalan tubuh. Vaksin membuat tubuh berfikir bahwa pada saat ini dirinya tengah diserang oleh organisme tertentu, dan sistem kekebalan tubuh segera bekerja untuk menghancurkan si ‘penyerang’ dan mencegah agar tidak terserang infeksi tersebut di kemudian hari.
Jika tubuh terpapar oleh suatu jenis penyakit dimana tubuh telah divaksinasi sebelumnya, kuman penyebab penyakit akan dihadang dan dihancurkan oleh antibodi. Kekebalan yang terbentuk melalui vaksinasi serupa dengan kekebalan yang diperoleh akibat dari infeksi alami.

Ketika vaksinasi berlangsung, vaksin yang berasal dari virus, bakteri atau organisme yang telah mati maupun yang sudah dalam bentuk ‘aman’, disuntikkan ke dalam sistem (kiri). Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi terhadap suatu organisme (tengah). Kapanpun tubuh terserang oleh kuman ini setelah vaksinasi, antibodi pada sistem kekebalan tubuh menyerang dan menghentikan infeksi (kanan).
Beberapa dosis vaksin mungkin dibutuhkan untuk mencapai suatu reaksi kekebalan sepenuhnya. Sebagian orang gagal mencapai kekebalan penuh pada dosis yang pertama namun bereaksi pada dosis berikutnya. Sebagai tambahan, kekebalan dari beberapa vaksin seperti tetanus dan pertusis, tidaklah berlangsung seumur hidup. Hal ini disebabkan karena reaksi kekebalan dapat berkurang sejalan dengan waktu, dan anda perlu memperoleh vaksin booster untuk mengembalikan ataupun meningkatkan kekebalan.


Jenis-jenis Vaksin

Vaksin disiapkan dengan berbagai cara. Meskipun demikian, tujuannya tetap sama yaitu untuk merangsang timbulnya kekebalan tanpa menyebabkan penyakit.
Vaksin hidup yang dilemahkan. Beberapa vaksin, seperti vaksin untuk measles (campak), mumps (gondongan) dan chickenpox (varicella), menggunakan virus hidup yang telah dilemahkan. Vaksin jenis ini mengakibatkan reaksi antibodi yang kuat, dan kadang-kadang hanya membutuhkan satu dosis untuk mendapatkan kekebalan seumur hidup.
Vaksin Inaktifasi. Jenis vaksin lainnya yakni berasal dari bakteri atau virus yang telah dimatikan (di-inaktifasi). Vaksin polio dibuat dengan cara ini. Vaksin jenis ini pada umumnya lebih aman dari vaksin hidup karena organisme penyebab penyakit tersebut tidak dapat bermutasi kembali menjadi penyebab penyakit, seperti statusnya sebelum dimatikan.
Vaksin Toxoid. Beberapa jenis bakteri menyebabkan sebuah penyakit dengan cara memproduksi toksin yang menyerang dalam aliran darah. Vaksin toxoid, seperti vaksin difteri dan tetanus, menggunakan toksin dari bakteri yang telah ‘diamankan’ untuk memberikan kekebalan terhadap toksin.
Acellular and Subunit Vaccines. Vaksin jenis ini dibuat dengan hanya menggunakan bagian dari suatu virus atau bakteri. Vaksin hepatitis dan vaksin Haemophilus influenzae type B dibuat dengan cara ini.
Pada saat ini, hampir dua puluh empat vaksin untuk penyakit yang berbeda-beda telah mendapat lisensi untuk digunakan di U.S. Sebanyak 12 dari vaksin-vaksin ini direkomendasikan untuk anak berusia dibawah 2 tahun. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, usaha imunisasi yang meluas dan gigih telah berhasil menurunkan timbulnya beberapa penyakit serius – termasuk difteri, tetanus, campak dan polio – hingga lebih dari 95% sejak permulaan abad ke – 20.
Meskipun demikian, ternyata masih cukup banyak masyarakat Amerika yang belum diimunisasi. Hal ini berarti bahwa mereka tidak mendapat satu atau lebih imunisasi yang direkomendasi ataupun tidak menerima satu rangkaian imunisasi lengkap sehingga tubuh tidak terlindungi sepenuhnya.

Kekebalan dari Vaksin Vs Kekebalan Alami: Mana yang lebih baik?

Perolehan kekebalan alami mengandung resiko yang patut dipertimbangkan. Beberapa penyakit (yang sebenarnya dapat dilindungi dengan vaksin) dapat menyebabkan kematian ataupun kerusakan permanen/cacat tetap, seperti kelumpuhan akibat penyakit polio, ketulian akibat penyakit meningitis, kerusakan hati akibat penyakit hepatitis B, ataupun kerusakan otak (encephalitis) akibat penyakit campak (measles). Kekebalan dari vaksin memberikan perlindungan yang sama dengan yang diperoleh dari kekebalan alami. Namun di saat yang sama, vaksin jarang menempatkan seseorang dalam resiko yang menyebabkan komplikasi serius akibat suatu infeksi.
Sebagian orang percaya bahwa banyak diantara mereka terserang suatu penyakit meskipun telah divaksinasi. Dan mereka berargumentasi bahwa kekebalan dari vaksin tidaklah efektif. Memang benar vaksin tidak 100% bersifat melindungi. Sebagian besar vaksin yang diberikan di masa anak-anak memiliki efektifitas sebesar 85% hingga 95%. Selama terjangkitnya suatu penyakit, beberapa orang yang telah divaksinasi tentu saja akan menerima penyakit tersebut. Namun, seseorang yang telah diimunisasi akan menghadapi lebih sedikit penyakit serius, sementara itu bahaya terbesar tengah dihadapi oleh seseorang yang tidak diimunisasi.



IMUNISASI Hib
http://www.moh.gov.my/JKNPenang/Maklumat_utama/Panduan/Panduan-Hib.htm
Apa itu Hib?
Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b, sejenis bakteria yang menyebabkan penyakit yang dapat berakibat fatal, seperti:
Radang selaput otak ( Meningitis) -jangkian pada selaput otak dan saraf tunjang Radang paru- paru (Pneumonia) - jangkitan pada paru- paru Radang epiglotis ( kerongkong ) - jangkitan pada epiglottis Keracunan darah ( septicaemia ) - jangkitan darah Radang sendi - jangkitan pada sendi
Penyakit Hib, jangkitan HIV dan Hepatitits B BUKAN satu penyakit yang sama. Vaksin pencegah Hepatitis B adalah vaksin Hepatitis B manakala vaksin penyakit Hib adalah vaksin Hib.
Mengapa penyakit Hib berbahaya?
Mudah berjangkit terutama dikalangan kanak- kanak Mudah merebak Biasanya menyebabkan penyakit yang fatal atau membawa maut. Jangkitan Hib pada selaput otak bisa mengakibatkan kecatatan otak yang kekal.
Siapa yang bisa terjangkit penyakit Hib?
Penyakit Hib kerap berlaku dikalangan kanak- kanak bawah umur 5 tahun. Risiko jangkitan adalah paling tinggi dikalangan kanak- kanak berumur dibawah 1 tahun. Pengaulan rapat dengan kanak- kanak yang dijangkiti Hib meningkatkan risiko mendapat penyakit Hib.
Bayi yang mendapatkan ASI, akan mendapat perlindungan daripada penyakit Hib, namun begitu, Imunisasi masih diperlukan untuk mendapat perlindungan maksimal.
Bagaimana penyakit Hib merebak?
Penyakit Hib boleh merebak apabila orang yang dijangkiti batuk atau bersin. Boleh juga merebak melalui perkongsian barang mainan yang dimasukkan kedalam mulut.
Bagaimana penyakit Hib bisa dicegah?
Penyakit Hib bisa dicegah melalui imunisasi Hib. Imunisasi Hib tidak dapat melindungi kanak- kanak daripada mendapat penyakit yang disebabkan oleh bakteria/ virus yang lain. Kanak- kanak mungkin boleh mendapat lain jenis jangkitan radang paru- paru, radang selaput otak atau selesma.
Kapan imunisasi Hib diberi?
Semua bayi berumur 2, 3 dan 5 bulan perlu diberi imunisasi Hib Imunisasi Hib diberikan sebanyak 3 dos. Umur Dos: 2 bulan Dos 1, 3 bulan Dos 2, 5 bulan Dos 3
Bagaimana imunisasi Hib diberi?
Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibahagian otot paha. Imunisasi ini diberikan dalam satu suntikan bersama imunisasi Difteria, Pertussis dan Tetanus (DPT). Juga boleh diberikan bersama imunisasi lain seperti imunisasi Hepatitis B.
Apakah efek samping imunisasi Hib?
Imunisasi Hib adalah AMAN Kesan sampingan(=efek samping) yang berlaku biasanya ringan dan tidak berbahaya berbanding jika mendapat penyakit Hib atau komplikasinya.
Walau bagaimanapun, sakit, bengkak dan kemerahan boleh berlaku ditempat suntikan. Ini selalunya berlaku dari 1hingga 3 hari selepas imunisasi. Kadangkala, kanak- kanak boleh juga mendapat demam untuk masa yang singkat selepas imunisasi.

Kesalahpahaman tentang Imunisasi
(Vaksin dapat menimbulkan autisme)

Pada tanggal 3 Oktober 1999, Cable News Network (CNN) menayangkan acara yang menampilkan orang tua dari Liam Reynolds (3 tahun) yang menyatakan bahwa anaknya menderita autisme 2 minggu setelah mendapat imunisasi vaksin MMR (vaksin untuk campak, gondongan, dan campak Jerman). Program tersebut juga menayangkan ulasan dokter Stephanie Cave dari Louisiana, seorang spesialis yang menangani autisme dengan diet dan suplemen nutrisi. Secara resmi American Academy of Pediatrics (AAP) menyatakan dan menjelaskan mengapa tidak ada alasan kuat yang menunjukkan adanya hubungan antara autisme dan vaksinasi. Tapi dengan adanya penayangan video dramatis “sebelum dan sesudah” dari anak tersebut, memiliki dampak yang cukup kuat untuk mempengaruhi para orang tua untuk menghindari pemberian imunisasi untuk anak-anak mereka. Narator dari acara tersebut menyatakan bahwa terdapat angka yang membingungkan dari jumlah anak yang terdiagnosis menderita autisme. Agaknya yang terjadi adalah peningkatan angka pelaporan, bukan peningkatan angka kasus sesungguhnya.
Autisme adalah suatu kelainan perkembangan kronik yang ditandai dengan adanya masalah pada ineteraksi sosial, komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas dan berulang. Autisme awalnya dapat diperhatikan pada masa bayi berupa gangguan perhatian, tetapi seringnya mulai teridentifikasi pada masa balita, terutama pada laki-laki usia 18 sampai 30 bulan. Anak laki-laki diperkirakan memiliki kecenderungan menderita autisme 3-4 kali lebih besar dari pada anak perempuan. Ketepatan mendiagnosis autisme bergantung pada akurasi riwayat perkembangan yang terfokus pada tipikal tingkah laku autisme dan evaluasi keterampilan fungsional. Sekitar 75% penderita autisme mengalami retardasi mental. Kurang dari 5% anak-anak dengan bakat autistik memiliki kromosom X yang rapuh (fragile x, kelainan yang salah satu manifestasinya juga retardasi mental) atau kelainan kromosomal lainnya. Meskipun tidak akan memperoleh kesembuhan yang sempurna, tetapi autisme dapat ditangani. Gejala yang berhubungan dengan autisme sering membaik seiring dengan dimulainya seorang anak mempelajari bahasa dan berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada kebanyakan kasus autisme, tidak ditemukan penyebab yang jelas. Pada sebagian kecil kasus, penyebab biologis telah teridentifikasi, meskipun tidak ada yang khas untuk autisme. Beberapa faktor prenatal yang berhubungan mencakup infeksi rubella saat kehamilan, penyakit tuberous sclerosis, kelainan kromosomal seperti sindroma Down's, selain itu adanya kelainan otak seperti hidrosefalus. Kondisi pos natal yang diketahui sering berhubungan dengan autisme mencakup fenilketonuria (PKU) yang tidak diobati, spasme infantile, dan ensefalitis akibat virus herpes simpleks. Namun secara keseluruhan tidak ditemukan penyebab yang berhasil diidentifikasikan.
Teori terbaru yang diajukan oleh banyak ahli menyatakan autisme merupakan kelainan berdasarkan faktor genetik yang timbul sebelum lahir. Pada penelitian yang dilakukan terhadap penderita autisme, ditemukan kelainan pada struktur otak yang berkembang pada beberapa awal minggu pertama perkembangan janin. Terdapat bukti yang menyatakan bahwa faktor genetik merupakan penyebab yang penting (tapi tidak khusus) dari autisme, mencakup 3-8% risiko dari kekambuhan pada keluarga dengan seoranng anak autis. Suatu kelompok kerja National Institutes of Health tahun 1995 menghasilkan konsensus yang menyatakan bahwa autisme merupakan suatu kondisi genetik. Bahasan yang belum terselesaikan oleh kelompok kerja ini adalah peranan faktor kekebalan pada spektrum kelainan autisme, hal ini menunjukkan bahwa penting diadakan penelitian untuk menjernihkan situasi tersebut.

Tidak ada bukti yang menunjukkan keterkaitan

Beberapa orang tua yang memiliki anak autisme yakin bahwa terdapat hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. Namun sebenarnya, tidak terdapat alasan yang terpercaya bahwa ada vaksin yang dapat menyebabkan autisme atau gangguan tingkah laku lainnya. Gejala dari autisme khasnya diketahui oleh orang tua pada saat anak mereka mengalami kesulitan dan keterlambatan bicara setelah usia satu tahun. Vaksin MMR diberikan pertama kali pada saat anak berusia 12-15 bulan. Hal ini juga berkaitan dengan usia munculnya autisme pada umumnya, maka tidak mengherankan autisme timbul setelah pemberian vaksin MMR pada beberapa kasus. Akan tetapi, penjelasan logis yang dapat diberikan untuk kasus ini adalah suatu kejadian yang tidak sengaja bersamaan, bukan suatu hubungan sebab dan akibat.
Jika vaksin campak atau vaksin lainnya dapat menyebabkan autisme, maka akan menjadi suatu kasus yang sangat jarang terjadi, karena berjuta anak di dunia ini mendapatkan vaksin tanpa ada efek yang menimbulkan penyakit. Satu-satunya “bukti” yang menunjukkan hubungan antara vaksin MMR dan autisme diterbitkan pada British journal Lancet tahun 1998. Akan tetapi untuk tahun keluaran yang sama muncul pula suatu editorial yang membahas tentang kebenaran penelitian tersebut. Berdasarkan data dari 12 pasien, dr. Andrew Wakefield (seorang ahli pencernaan Inggris) dan sejawatnya berspekulasi bahwa vaksin MMR mungkin menjadi penyebab adanya masalah pada usus yang menyebabkan penurunan penyerapan dari vitamin esensial dan zat-zat nutrisi yang selanjutnya menimbulkan gangguan perkembangan seperti autisme contohnya. Dalam hal ini tidak terdapan analisa ilmiah yang dilaporkan untuk teori tersebut. Apakah yang terjadi pada 12 pasien tersebut dapat mewakili suatu sindrom klinis yang khas sulit dinilai tanpa mengetahui besarnya populasi dan periode waktu saat kasus tersebut didentifikasi. Jika kasus tersebut menjadi rujukan yang selektif dari pasien dengan autisme untuk praktek si peneliti, misalnya, maka kasus yang dilaporkan akan menggambarkan kerancuan dari rujukan tersebut. Selanjutnya, teori yang menyatakan bahwa autisme dapat menyebabkan penyerapan yang buruk dari zat-zat nutrisi kurang beralasan dan tidak didukung oleh data klinis. Pada setidaknya 4 dari 12 kasus, masalah tingkah laku muncul sebelum timbulnya gejala dari penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease). Selanjutnya setelah publikasi mereka pada Februari 1998, Wakefield dan sejawatnya telah menerbitkan hasil penelitian yang lain dengan pemeriksaan laboratorium yang memadai dari pasien dengan penyakit inflamasi usus, menunjukkan mekanisme autisme setelah vaksinasi MMR hasilnya negatif untuk virus campak.
Pemeriksaan terbaru lainnya juga tidak mendukung hubungan sebab akibat antara vaksin MMR (atau vaksin campak lainnya) dan autisme atau inflammatory bowel disease (IBD). Pada suatu pemeriksaan yang lainnya, suatu kelompok kerja dari vaksin MMR dari United Kingdom's Committee on Safety of Medicines tahun 1999 mengalami tuntutan sejumlah evaluasi dari ratusan laporan yang dikumpulkan oleh suatu firma pengacara, dengan adanya autism, penyakit Crohn, atau kelainan perkembangan lainnya yang serupa, setelah mendapatkan vaksin MMR atau MR. Kelompok kerja tersebut menyusun secara sistematis keterangan dari orang tua dan dokter yang menangani. Kesimpulan yang diberikan oleh kelompok kerja tersebut menyatakan bahwa informasi yang ada tidak mendukung hubungan sebab akibat ataupun jaminan keamanan vaksin MMR dan MR. Pada Maret 2000, laporan dari Medical Research Council menyatkan bahwa antara bulan Maret 1998 dan September 1999 tidak ditemukan bukti yang menunjukkan hubungan sebab akibat MMR dengan autisme atau IBD, hal yang sama juga dilaporkan oleh American Medical Association.
Suatu penelitian oleh Taylor dan sejawat menunjukkan bukti yang berdasarkan populasi dimana bukti tersebut menjawab keterbtasan yang dihadapi oleh kelompok kerja dan Wakefield serta sejawatnya. Beliau mengidentifikasikan 498 kasus kelainan spektrum autisme atau autism spectrum disorders (ASD) pada beberapa distrik di London yang lahir tahun 1979 atau sesudahnya dan menghubungkan dengan suatu pencataan vaksinasi regional independen. ASD mencakup autisme kalsik, autisme atipikal, dan sindroma Asperger, hasil yang juga didapat serupa ketika kasus autisme klasik dianalisa secara terpisah. Hasil dari penelitian tersebut:
Terdapat peningkatan jumlah kasus ASD sejak 1979, tetapi tidak ada lonjakan setelah pengenalan vaksin MMR pada tahun 1988.
Pada kasus yang mendapat vaksinasi sebelum usia 18 bulan terdapat kesamaan usia saat terdiagnosis autisme dengan kasus yang mendapatkan vaksin setelah berusia 18 bulan ataupun dengan yang tidak divaksinasi, hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi tidak berperan pada pemunculan awal karakterisk autistik.
Kasus ASD yang mendapatkan vaksin MMR pada usia dua tahun memiliki kesamaan dengan anak-anak yang berusia sama di seluruh daerah menunjukkan suatu bukti bahwa sangat sedikit keterkaitan antara kasus ASD dengan vaksinasi tersebut.
Diagnosis awal atau tanda permulaan dari kemunduran tingkah laku tidak muncul bersamaan dengan periode setelah pemberian vaksinasi.
Data statistik mengenai hubungan temporal (waktu) antara vaksinasi MMR dan mulainya orang tua memperhatikan kelainan pada tingkah laku anaknya menunjukkan hasil yang sulit diinterpretasi, hal ini dimungkinkan karena kesulitan orang tua untuk mengingat kembali usia saat gejala muncul dan kecenderungan untuk memperkirakan usia munculnya gejala pada usia 18 bulan.
Suatu penelitian yang dilakukan pada populasi anak di dua komunitas yang berbeda di Swedia juga menunjukkan tidak adanya bukti hubungan vaksin MMR dengan autisme. Hasil penelitian itu menemukan tidak terdapat perbedaan prevalensi autisme antara anak yang lahir sesudah pengenalan imunisasi MMR di Swedia maupun sebelumnya.
Pada Januari 1990, sebuah komite dari Institute of Medicine yang mengamati efek vaksin DPT pada kesehatan menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara vaksin DPT atau komponen pertusis dari vaksin DPT dan autisme. Hal yang sama juga dilaporkan CDC's Monitoring System for Adverse Events Following Immunization (MASAEFI), menunjukkan tidak ada laporan yang menyatakan adanya autisme yang muncul setelah 28 hari pemberian imunisasi DPT pada rentang waktu antara 1978-1990, suatu periode dimana 80.1 juta dosis vaksin DPT diberikan di Amerika Serikat. Dari Januari 1990 sampai Februari 1998, hanya 15 kasus gangguan tingkah laku autisme (autism behavior disorder) setelah imunisasi yang dilaporkan pada sistem pencatatan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau Vaccine Adverse Events Reporting System (VAERS). Karena jumlah kasus yang dilaporkan dalam rentang waktu 8 tahun tersebut sangat kecil, maka kasus tersebut kurang mewakilli kejadian yang berhubungan dengan pemberian vaksinasi. Vaksin yang sering dilaporkan pada laporan tersebut adalah DPT, vaksin polio oral atau oral polio vaccine (OPV), dan MMR. Vaksin lain yang dilaporkan memiliki kemungkinan berhubungan dengan autisme adalah vaksin Haemophilus influenzae type B dan Hepatitis B.
Pada tahun 2000, American Academy of Pediatrics mengadakan konvensi panel multidisiplin untuk membahas perkembangan, epidemiologi, dan aspek genetik dari ASD dan hipotesis yang berhubungan dengan IBD, campak, dan vaksin MMR. Panel tersebut menyimpulkan:
“Meskipun kemungkinan hubungan dengan vaksin MMR telah mendapat perhatian dari masyarakat banyak dan mendapat perhatian politik, dan banyaknya masyarakat yang membuat kesimpulan sendiri berdasarkan pengalaman mereka, bukti yang ada tidak mendukung hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara vaksin MMR sebagai penyebab autisme atau gangguan serupa lainnya ataupun IBD. Pemberian vaksin campak, gondong, dan rubela secara terpisah tidak memiliki keuntungan tersendiri dibandingkan dengan pemberian vaksin MMR dan menyebabkan terlambatnya atau kealpaan pemberian imunisasi. Dokter anak harus bekerja sama dengan orang tua untuk meyakinkan bahwa anak mereka akan mendapatkan perlindungan dari vaksinasi. Usaha ilmiah yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk mencari penyebab dari ASD.”
Kenyataan bahwa autisme terdiagnosis pada usia tahun kedua atau ketiga, tidak berarti bahwa autisme baru terjadi saat usia tersebut. Hasil analisis yang didapatkan dari sebuah rekaman sederhana sejak kelahiran, menunjukkan bhawa anak yang didiagnosis autis antara usia 2 atau 3 tahun memiliki tanda-tanda abnormal pada usia satu tahun pertama dan kadang pada awal kelahiran.
Baru-baru ini, National Childhood Encaephalopathy Study (NCES) mengamati apakah terdapat adanya hubungan antara vaksin campak dan kelainan neuroligis. Peneliti di Inggris menemukan bahwa tidak ada indikasi yang menyatakan bahwa vaksin campak berpengaruh terhadap perkembangan edukasi dan defisit tingkah laku atau tanda-tanda kerusakan neurologis untuk jangka lama.
Kebanyakan orang tidak mengalami kejadian lanjutan setelah mendapat vaksinasi MMR. Sekitar 5%-15% dari jumlah pemberian vaksin mengalami demam 5-12 hari setelah vaksinasi MMR dan 5% timbul ruam kemerahan. Hal yang melibatkan susunan saraf pusat mencakup ensefalitis dan ensefalopati dilaporkan terjadi 1 dari 1 juta dosis yang diberikan. Pada Juli 2002, setelah pernyataan dari Wakefield sebelum U.S. Congressional committee yang diketuai oleh Dr. Michael Fitzpatrick (seorang dokter umum dari Inggris dan orang tua dari seorang anak autis) menyatakan Wakefield "telah menggunakan jalur di luar ilmu kedokteran serta memanfaatkan kepopuleran media dan kampanye populis." Pada suatu ulasan mengenai pernyataan Wakefield dan Paul Shattock, seorang ahli farmasi dan penyanggah vaksin yang menjalani Autism Research Unit pada University of Sunderland, Fitzpatrick menyatakan:
“Sekarang berkembang jaringan laboratorium swasta yang menawarkan pemeriksaan urin dan darah yang dikatakan oleh Mr Shattock - semuanya tidak menunjukakan nilai diagnostik. Terdapat sektor bisnis substansial yang menjual suplemen makanan, vitamin, mineral, enzim dan segala jenis produk makanan spesifik – yang tidak terbukti memiliki nilai terapeutik. Tes dan suplemen tersebut memiliki biaya yang mahal dan tidak menunjukkan hasil yang dapat dibuktikan, banyak ditawarkan ke orang tua yang putus asa, sering kali dengan pendapatan yang rendah.”
Terdapat bebrapa pencari keuntungan dari kampanye anti-MMR. Dokter umum swasta sekarang mengambil keuntungan dari penjualan vaksin secara terpisah. Pengacara dengan semangat mengumpulkan biaya jasa mereka dengan meningkatkan harapan dari orang tua bahwa mereka dapat menerima kompensasi akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh vaksin MMR. Oleh karena itu bukanlah suatu hal yang mengejutkan kalau mereka tersebut merupakan pendukung antusias dari pernyataan Dr Wakefield. Sangat terlihat bahwa jurnalis Inggris terpengaruh dengan karisma Dr Wakefield dan terhanyut dalam pengetahuan murahan, dan mereka malas untuk menyelidiki penyelewangan yang dilakukan oleh kampanye anti-MMR.
Seiring dengan pemaparan dengan zat-zat yang dapat menimbulkan demam, beberapa anak dapat mengalami kejang demam. Kebanyakan setelah vaksinasi campak terjadi kejang demam sederhana dan dapat terjadia pada anak dengan faktor risiko yang tidak diketahui sebelumnya. Peningkatan resiko kejang yang dicetuskan oleh demam meningkat pada anak dengan riwayat kejang sebelumnya.

Hal Yang Penting
Tidak ada data yang terbukti menunjukkan bahwa vaksin campak meningkatkan risiko berkembangnya autisme atau gangguan tingkah laku lainnya. Keuntungan yang didapatkan jauh lebih besar dari risiko yang mungkin timbul. CDC secara berkelanjutan merekomendasikan 2 dosis vaksin MMR untuk anak yang tidak memiliki kontra indikasi; dosis awal pada usia 12-15 bulan dan yang kedua pada usia 4-6 tahun ataut 11-12 tahun.
Untuk menjamin keamanan vaksin CDC, FDA, National Institutes of Health (NIH), dan badan federal lainnya secara rutin mengamati adanya bukti baru yang berhubungan dengan keamanan vaksin. Baru-baru ini CDC mengadakan penelitian di daerah metropolitan Atlanta untuk mengevaluasi kemungkinan hubungan antara vaksin MMR dan autisme.
Imunisasi untuk melawan campak menghasilkan penurunan insiden campak secara nyata. Peran CNN dalam meliput masalah vaksin MMR dan autisme sangat tidak bertanggung jawab dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak yang orang tuanya takut untuk memberikan imunisasi MMR pada anak-anak mereka.

Selasa, 20 Januari 2009

OBAT HERBAL UNTUK KESEHATAN DAN KEBUGARAN

OBAT HERBAL UNTUK KESEHATAN DAN KEBUGARAN
Obat herbal dapat mengatasi beragam penyakit ringan, seperti batuk, pilek dan flu. Selama penggunaannya benar, tak ada efek samping yang menyertai obat-obatan herbal.
Semasa hamil, banyak ibu enggan mengonsumsi obat-obatan kimia karena takut berefek pada janinnya. Tak heran kalau obat herbal kemudian jadi pilihan.
Obat herbal memang tak menimbulkan efek samping asalkan dikonsumsi dengan benar. Oleh karenanya, Tati W. Winarto dari Yayasan Pengembangan Tanaman Obat Karyasari mengingatkan ibu hamil sebaiknya tetap berhati-hati memilih tanaman obat yang akan dikonsumsi, terutama di masa-masa awal kehamilan.
Nah, obat-obatan herbal apa yang aman dan dapat dikonsumsi sebagai perawatan semasa hamil? Inilah beberapa di antaranya.
Utami Sri Rahayu . Foto: Ferdi/nakita


Kunir putih (curcuma alba L) dan temu putih (curcuma zedoaria (Berg.)roscoe)
Kunir putih atau dikenal pula sebagai temu mangga memiliki lebar daun antara 7¬15 cm serta bunga berwarna putih. Rimpang bagian dalamnya berwarna kuning muda dan baunya menyerupai mangga.
Sedangkan temu putih memiliki tinggi 2 meter dengan bunga berwarna putih atau kemerahan dan daunnya berwarna ungu gelap. Rimpangnya putih dengan bagian dalam berwarna kuning muda, rasanya pahit. Dianjurkan untuk diminum saat kandungan sudah memasuki usia 8 bulan.
Manfaat:
- Memperbanyak air susu ibu.
- Sekaligus sebagai antipenyebaran kanker rahim.
Cara pemakaian:
Rebus 10 g temu putih basah dan 10 g kunir putih basah dengan 2 gelas air hingga mendidih. Atau, sampai airnya menjadi 1 1/2 gelas. Minum 2 kali sehari, pagi dan sore, sebanyak 3/4 gelas.





Pegagan (centella asiatica)
Tanaman yang banyak tumbuh di dataran rendah ini memiliki ciri-ciri rhizoma, yaitu batangnya menjalar panjang di permukaan tanah. Daunnya serupa ginjal atau kaki kuda, pinggirannya berombak dan bergerigi. Bunganya berbentuk payung berwarna kemerahan dengan buah kuning kecokelatan. Pegagan dapat dikonsumsi terus sepanjang masa kehamilan, bahkan sejak trimester I.
Manfaat:
- Melindungi ibu hamil dari penyakit flu, batuk, masuk angin sekaligus memperbaiki pencernaan.
- Mengurangi rasa mual yang kerap muncul di awal kehamilan.
- Meningkatkan kecerdasan janin.
Cara pemakaian:
Ambil 7 lembar daun pegagan, rebus dengan 3/4 gelas air selama 5 menit (atau sampai tersisa 1/2 gelas). Minum 1 kali sehari.

Jahe (zingiber officinale rose)
Tumbuhan ini banyak terdapat di dataran rendah. Yang dimanfaatkan adalah rimpangnya. Warnanya kuning kecokelatan.
Manfaat:
- Mengurangi rasa mual.
- Menghangatkan tubuh.
Cara pemakaian:
Ambil 1/2 jari jahe, memarkan, lalu campurkan dengan 1 gelas air teh atau air putih. Tambahkan gula merah atau gula putih secukupnya. Minum 2 kali sehari.





Virgin Coconut Oil (VCO)
VCO banyak dijual dalam kemasan siap pakai, tapi kalau ingin membuatnya sendiri, parutlah sebutir kelapa. Peras dan ambil santan kentalnya, didihkan dengan api sedang hingga menjadi minyak kelapa. Sisihkan minyaknya dari ampas kelapa yang berwarna kecokelatan. Minum saat usia kehamilan 8 bulan.
Manfaat:
- Membantu melancarkan proses persalinan.
- Menghaluskan kulit.
Cara pemakaian:
* Minumlah 1 sendok makan VCO satu kali sehari.
* Balurkan di sekitar kulit perut 2x sehari setelah mandi.

SEJUMLAH TIP
Beberapa hal berikut disarankan Tati sehubungan dengan konsumsi obat-obatan herbal:
* Minumlah obat-obatan herbal 3 jam setelah mengonsumsi obat-obatan kimia.
* Untuk mengeringkan daun pegagan, letakkan daun yang telah dicuci bersih di atas selembar kertas roti. Simpan dalam lemari es, dan daun pegagan pun dapat bertahan beberapa minggu.
* Gunakan panci yang terbuat dari tanah, panci blirik, panci enamel (yang berlapis putih) atau panci kaca. Hindari menggunakan panci alumunium atau stainless steel karena bahan tersebut dikhawatirkan bereaksi dengan bahan-bahan herbal.

LANGSUNG LANGSING USAI BERSALIN

LANGSUNG LANGSING USAI BERSALIN
Kehamilan sering diidentikkan dengan kenaikan berat badan. Itu tidak salah. Namun bukan berarti selama kehamilan jarum timbangan boleh bergerak sesuka hati. Pengaturan pola makan yang tepat akan membantu wanita hamil bisa langsung langsing usai bersalin. Memang sih, dalam praktiknya diperlukan beberapa bulan untuk kembali ke
berat semula. Hanya saja, ibu tak perlu menjalani diet ketat karena memang tak diajurkan bagi ibu menyusui. Yang perlu dilakukan adalah pengaturan pola makan sejak awal kehamilan.
KENAIKAN IDEAL
Kenaikan berat badan ibu hamil selama 9 bulan idealnya berkisar antara 9-12 kg dari berat ideal maupun berat badan yang sudah berlebih sejak sebelum hamil. Penambahan berat badan ini tidak berlaku kaku, misalnya sekian kilo di trimester pertama dan sekian kilo di trimester selanjutnya. Pokoknya, selama 9 bulan itu penambahan berat badan tidak lebih dari 12 kg.
Hal ini terkait erat dengan pola makan ibu hamil yang unik. Biasanya di awal kehamilan, makanan yang masuk akan dimuntahkan kembali. Gangguan mual muntah kerap menyebabkan nafsu makan menguap entah ke mana. Setelah "badai" mual muntah ini mereda, biasanya ibu hamil kembali memiliki nafsu makan. Bahkan seiring dengan bertambahnya usia janin, nafsu makan pun makin meningkat.
Namun sekali lagi pola ini tidak berlaku umum. Ada wanita hamil yang nafsu makannya langsung naik di awal kehamilan. Namun tak sedikit juga yang nafsu makannya hilang sampai tiba saatnya bersalin. Jadi, untuk mencapai target pertambahan berat badan ideal, wanita hamil harus pandai-pandai mengatur pola makannya.
Penambahan berat badan yang berlebihan selama kehamilan tidak sekadar membuat ibu hamil harus "bekerja keras" menurunkannya setelah bersalin. Kelebihan berat badan ini juga dapat membawa banyak masalah. Salah satu yang dikhawatirkan adalah bertambahnya berat badan yang disebabkan cairan berlebih karena tidak bisa diolah tubuh dan bukan akibat penumpukan lemak. Risikonya adalah kemungkinan hipertensi, preeklamsia, eklamsia, kerja jantung makin berat dan sebagainya. Intinya, beberapa kemungkinan buruk sebagai akibat penambahan berat badan yang berlebihan selama masa kehamilan dapat dicegah dengan pola makan yang tepat.
AGAR KENYANG LEBIH LAMA
Tak dipungkiri wanita hamil kerap kali merasa lapar di luar jam-jam makan. Padahal belum tentu rasa lapar itu didorong kebutuhan tubuh. Bisa jadi sekadar alasan psikologis saja atau istilahnya lapar mata. Untuk menyiasati supaya rasa lapar tidak terus mendera yang berakibat kenaikan berat badan tak terkontrol, sebaiknya pola makan diurutkan seperti berikut:
1. Minum air putih satu gelas
2. Makan sayur sampai kenyang
3. Baru makan nasi beserta lauk pauknya
4. Ditutup dengan buah dan susu
Pola makan seperti ini akan membuat ibu hamil lebih cepat kenyang. Mengonsumsi sayur dalam jumlah banyak, akan membuat rasa kenyang bertahan lebih lama. Pola makan yang sama bisa dimanfaatkan bila lonjakan berat badan sudah menunjukkan angka maksimal sebelum 9 bulan. Misalnya baru memasuki bulan keenam tapi pertambahan berat badan sudah mendekati 12 kg. Karena wanita hamil tidak disarankan diet dengan mengurangi porsi makan, maka satu-satunya jalan adalah dengan mengatur pola makan.
MAKANAN YANG TIDAK DISARANKAN
UNTUK "mengganjal" perut supaya selalu kenyang, sayur dan buah adalah pilihan yang paling disarankan. Selain menyehatkan, kedua jenis makanan ini pun akan memberi rasa kenyang lebih lama.
Sedangkan makanan-makanan yang tidak disarankan untuk memuaskan rasa lapar adalah:
* gula-gula sederhana, misalnya teh manis, sirup, dan soft drink.
* cake manis
* cokelat
* es krim
* makanan ringan yang banyak mengandung zat aditif, semisal keripik dan kerupuk.
Daftar makanan di atas bukan berarti tidak boleh dikonsumsi sama sekali selama hamil. Yang tidak disarankan adalah bila makanan tersebut dimanfaatkan untuk "mengganjal" rasa lapar. Ini yang tidak sehat dan bisa menyebabkan lonjakan berat badan secara berlebihan. Harap diketahui jenis-jenis makanan tersebut memiliki kalori yang tinggi tapi tidak mengenyangkan.
Selain itu masakan yang menggunakan banyak minyak dan santan kental pun sebaiknya dihindari/dikurangi. Makanan yang direbus, dikukus, atau ditumis lebih dianjurkan.
Sekadar panduan, berikut beberapa sumber makanan sehat yang disarankan:
kalsium susu, kacang-kacangan, ikan teri
zat besi sayuran hijau, kacang-kacangan, daging merah, hati, tempe, ikan teri
protein kombinasi hewani dan nabati
asam folat susu, telur
karbohidrat nasi, terigu, mi, biji-bijian
TABEL PERTAMBAHAN KEBUTUHAN
INILAH gambaran penambahan asupan yang dibutuhkan wanita hamil. Diasumsikan berat badan 54 kg dan tinggi badannya 156 cm (ukuran rata-rata wanita Indonesia) dengan aktivitas sedang. Dengan menghitung secara akurat sesuai daftar berikut, diharapkan laju penambahan berat badan akan berhenti di kisaran 9-12 kg.
Kebutuhan Sebelum hamil Sewaktu hamil
Energi 2.200 kal + 285 kal
Protein 48 gr + 12 gr
Vitamin A 500 RE + 200 RE
Vitamin D 5 mg 10 mg
Vitamin E 8 mg 10 mg
Vitamin K 65 mg 65 mg
Tiamin 1,0 mg + 0,2 mg
Ribovlavin 1,2 mg + 0,2 mg
Niasin 9 mg + 0,1 mg
Vitamin B12 1,0 mg + 0,3 mg
Asam folat 150 mg + 150 mg
Piridoksin 1,6 mg 2,2 mg
Vitamin C 60 mg + 10 mg
Kalsium 500 mg + 400 mg
Fosfor 450 mg + 200 mg
Besi 26 mg + 20 mg
Seng 15 mg + 5 mg
Yodium 150 mg + 25 mg
Selenium 55 mg + 15 mg
Untuk mudahnya, penambahan kebutuhan di atas dapat disederhanakan menjadi:
* Nasi bisa ditambah 100 gr/hari
* Protein (ikan/daging/ayam) bisa ditambah 60 gr/hari
* Sayuran bisa ditambah 1 mangkuk/hari
* Buah bisa ditambah 1-2 potong/hari
* Susu bisa ditambah 2 gelas/hari
Sedangkan untuk menghitung kebutuhan kalori per hari berdasar berat badan bisa digunakan rumus sederhana yaitu, 25-30 kalori/kg berat badan. Dengan mengetahui berapa kalori yang dibutuhkan per hari berdasar berat badan, maka penambahan kebutuhan selama kehamilan pun dengan mudah dapat dihitung.
MENYUSUI SEBAGAI DIET ALAMI
BILA penambahan berat badan terkontrol di angka 9-12 kg, setelah melahirkan ibu tak perlu diet lagi. Apalagi bila ibu memberikan ASI eksklusif untuk bayinya. Karena masa menyusui sebetulnya merupakan diet alami. Asupan yang dibutuhkan bertambah namun kalori yang dikeluarkan pun lebih banyak lagi. Berikut asupan kalori yang disarankan selama menyusui:
* 0-6 bulan pertama menyusui, asupan kalori boleh ditambah sampai 700 kal.
* 7-12 bulan berikutnya, asupan kalori ditambah sampai 500 kal saja.
Program diet ini akan lebih baik bila diikuti dengan olahraga. Lalu olahraga apa yang paling cocok bagi wanita yang baru melahirkan? Jawabnya adalah senam nifas. Selain bermanfaat untuk mengembalikan organ reproduksi ke kondisi semula, "buang keringat" dengan senam ini pun menyehatkan dan mendukung program diet alami ibu.
Marfuah Panji Astuti. Ilustrator: Pugoeh

MEODE KERJA PEMASANGAN PLAFOND GYPSUM

1.0 REFERENSI
1.1. Gambar kerja plafond gypsum
1.2. Spesifikasi arsitektur untuk plafond gypsum
1.3 Mock up plafond gypsum

2.0 ALAT
2.1 Waterpass (autolevel) dan perlengkapan
2.2 Alat/mesin bor listrik + kabel listrik
2.3 Meteran (3 atau 5 meter), dan benang.
2.4 Ramset
2.5 Tang rivet
2.6 Benang dan alat sipatan, pensil/spidol
2.7 Steger, tangga aluminium
2.8 Kape, kape sudut, scrub, amplas, pita kain

3.0 LANGKAH KERJA

3.1 Persiapan

3.2 Pelaksanaan
a. Marking ketinggian dan bentuk plafond sesuai gambar kerja
b. Pasang rangka plafond pada dinding/keliling ruangan dengan acuan marking.
c. Marking titik gantung.
d. Fastener/penembakan siku (suspension bracket pada bawah dak beton atau bahan yang lain).
e. Pemasangan rangka & gypsum terbagi atas 2 sistem berdasarkan material rangka yang dipakai (tergantung permintaan owner) yaitu:
e.1 Pemasangan dengan Rangka Metal Furing
* Pasang suspension bracket.
* Pasang suspension bracket pada Top Cross Rail (TCR).
* Pasang Top Cross Rail (minimum 2 titik suspension setiap TCR), penyambungan harus saling silang dan sebuah penyambung TCR digunakan untuk menyambung bersama–sama. Semua furring channel dipasang melintang berlawanan arah terhadap TCR. Sebuah connector clip digunakan untuk menggabung keduanya bersama–sama.
* Jarak furring channel tergantung pada jenis & ketebalan papan gypsum yang akan digunakan. Jika furring channel harus disambung sebuah penyambung furring channel harus digunakan. Penyambungan furring channel harus dilakukan saling silang.
* Cek leveling keseluruhan rangka.
* Pasang papan gypsum melintang berlawanan arah pada furring channel.
* Pertemuan bagian ujung papan gypsum (butt joints) harus tepat di tengah–tengah furring channel.
* Pertemuan bagian ujung harus dibuat saling silang.
* Papan gypsum dipasang menggunakan sekrup.
* Sekrup untuk pertemuan bagian ujung berjarak maksimum 200 mm.
* Sekrup untuk bagian tangan papan gypsum berjarak maksimum 300 mm.



e.2 Pemasangan dengan Rangka Hollow
* Pasang suspension bracket.
* Pasang suspension bracket pada Hollow clamp.
* Pasang Hollow 40X40 pada Hollow clamp.
* Pasang Hollow 20X40 pada Hollow clamp.
* Jarak pemasangan hollow 20X40 tergantung ketebalan panel gypsum (panel 12 mm berjarak maksimum 600 mm, panel 10 mm berjarak maksimum 450 mm).
* Cek leveling keseluruhan rangka.
* Pasang papan gypsum melintang berlawanan arah pada hollow 20X40 mm.
* Pertemuan bagian ujung (butt joints) harus tepat di tengah–tengah hollow.
* Pertemuan bagian ujung harus dibuat saling silang.
* Papan gypsum dipasang menggunakan sekrup.
* Sekrup untuk pertemuan bagian ujung berjarak maksimum 200 mm.
* Sekrup untuk bagian tangan papan gypsum berjarak maksimum 300 mm.




e.3 Prosedur Penyambungan Papan Gypsum :
e.3.1 Lapisan pertama (lebar lapisan 150 mm)
* Isi pertemuan gypsum dengan lapisan kompon setebal kira–kira 6 mm.
* Lekatkan pita kain sepanjang sambungan, kemudian tekan kain ke dalam lapisan kompon dengan scrub.
* Pegang kape dengan sudut ± 450 dari permukaan papan dan tarik sepanjang sambungan dengan tekanan yang cukup untuk menghilangkan gelembung udara dibawah pita.
* Sisakan kompon secukupnya dibawah pita kertas untuk memperoleh perekatan yang baik.
* Segera lapisi pita kain dengan kompon (tipis saja), untuk mengurangi kemungkinan tepi pita berkerut atau bergelombang yang dapat mengakibatkan keretakan.
* Tutup semua kepala paku/sekrup dengan kompon.
e.3.2 Lapisan kedua (lebar lapisan ± 200 mm)
* Setelah lapisan pertama kering, kikis bagian kompon yang menonjol, kemudian tutup dengan lapisan kedua menggunakan scrub.
* Biarkan mengering.
e.3.3 Lapisan ketiga (lebar lapisan 275 mm)
* Setelah lapisan kedua kering, kikis bagian kompon yang menonjol sepanjang sambungan untuk menghasilkan permukaan yang halus dan mulus.
* Aplikasikan lapisan kompon terakhir menggunakan scrub sampai selebar kira – kira 275mm.
* Biarkan sampai benar- benar kering.
e.3.4 Pengampelasan
* Gunakan kertas amplas ukuran 120/150, amplas sambungan untuk memperoleh penyelesaian akhir yang halus.
* Hindari pengamplasan secara berlebihan yang dapat mengoyak lapisan kertas.
e.3.5 Buat penguat bagi lubang-lubang M & E yang besar

4.0 PEMERIKSAAN /PENGETESAN
4.1. Persiapan
4.2. Pelaksanaan

5.0 REKAMAN
5.1. Pemeriksaan Pekerjaan Plafond Gypsum

6.0 LAMPIRAN
6.1. Form Pemeriksaan Pekerjaan Plafond Gypsum.

Proyek Sentul City Convention Centre

PROYEK SENTUL CITY CONVENTION CENTER
“ BERJUANG DI PELOSOK kampung “



Proyek Sentul City Convention Center terletak di Jl. Raya Sentul, Desa Cipambuan Kecamatan Babakan Madang, Bogor. Lokasi proyek sebenarnya merupakan lahan Sentul City dan merupakan proyek kerjasama Sentul City dengan Yayasan Kasih Bagi Bangsa. Tim Konsultan yang terlibat pada proyek ini adalah Perencana Struktur PT. Susanto Ciptajaya Corp. , Perencana Arsitektur PT. Duta Cermat Mandiri, Perencana ME Team Consultant, dengan konsultan QS PT. Rekagriya Menarabuana & konsultan pengawas PT. Prosys Engineer International.

Bangunan utama terdiri dari 5 lantai dengan luas bangunan 26.186 m2 akan berfungsi sebagai convention center dengan konsep modern minimalis, bangunan yang timbul dari permukaan tanah dengan di kelilingi oleh area hijau rumput dan bamboo jepang , tampak dari bangunan ini mayoritas berwarna abu-abu dari batu purwakarta 50x300mm dan random dengan stainless steel, di mulai dari elevasi +10.75 m, sampai di elevasi + 23.75 m

View point dari bangunan ini adalah canopy baja yang di lapis oleh alumunium composite dengan kaca laminated di area entrance baik depan maupun belakang. Komposisi warna yang di timbulkan dari luar adalah abu-abu dan hijau beda hal nya dengan area interior, yang di dominasi oleh warna kontras alam seperti hitam, putih, cream, orange atau special color.

Pada bagian perimeter bangunan luar di lapis dengan jendela dan pintu alumunium dengan spesifikasi kaca sun-energy yang dapat mereduse panas matahari, dan jendela dan pintu bagian dalam menggunakan bahan kayu nyatoh dan kaca clear


Interior gedung sebagian besar merupakan area tribun dengan kursi – kursi dan lantai yang di lapisi oleh karpet sebagai centre area adalah panggung seperti sebuah stadion dengan kapasitas sampai dengan 10.000 orang. Bangunan ini akan dilengkapi dengan acoustic dengan spesifikasi sebuah convention di pergunakan pada area plafond & dinding sehingga akan mereduse suara di area dalam dan menjaga agar suara tidak merambat keluar.

Bangunan ini akan berdiri di atas lahan seluas 64.000 m2 dengan 2/3 areanya akan menjadi area jalan & parkir. Bangunan utama ini akan dilengkapi dengan sebuah bangunan tower 12 lantai yang akan berfungsi sebagai gedung pengelola atau kantor untuk tower merupakan tahap ke-2 dalam pelaksanaannya

Bangunan utama & tower akan dihubungkan oleh sebuah tunnel bawah tanah yang berfungsi sebagai jalur main distribusi Mekanikal Elektrikal yang menghubungkan antara bangunan GSG-tower, utility, GWT dan STP

Bentuk bangunan yang elips dengan as-as kolom yang berada pada garis varian lengkung cukup menyulitkan dalam proses pengukuran awal. Ketepatan & ketelitian penentuan koordinat- koordinat as oleh surveyor menjadi sangat penting.

Dengan pertimbangan bangunan utama adalah bangunan tidak tinggi namun memiliki bentang luas, maka diputuskan proses konstruksinya tidak menggunakan Tower Crane, tetapi dengan memakai Mobile Crane milik PT. TATA sendiri, yang juga merupakan bentuk investasi PT. Tatamulia Nusantara Indah.

Karena struktur atap bangunan utama merupakan struktur baja dengan bentang panjang yang akan dikerjakan by other, maka area tribun & panggung dengan luas + 8000m2 pengerjaannya harus dipending menunggu pekerjaan konstruksi atap baja selesai. Hanya struktur area perimeter bangunan yang akan menjadi dudukan atap baja & trap taman miring serta bangunan fasilitas yang dapat dikerjakan terlebih dahulu.

Faktor cuaca daerah sentul yang sering hujan cukup merepotkan terutama pada saat pengecoran, intensitas petir & badai di area ini pun cukup tinggi sehingga membutuhkan penangkal petir cukup banyak & tingkat kehati-hatian yang tinggi. Ditambah lagi jenis tanah yang sangat lunak (soft-clay) yang apabila terkena air hujan akan sangat sulit untuk dilewati.

Pada akhir tahun 2006 ini, pekerjaan yang sudah dikerjakan baru bangunan fasilitas ( Utilitas, GWT & STP ) dan saluran eksternal, karena per 17 November 2006 pekerjaan struktur bangunan utama dipending yang diakibatkan permasalahan pondasi tiang pancang yang dikerjakan by other. Selain pergeseran posisi tiang pancang yang sudah ditindaklanjuti dengan join survey, permasalahan utama adalah system sambungan antar tiang yang tidak sesuai standard yang kita temui di lapangan yang mengakibatkan banyak sambungan tiang lepas pada saat digali.

Berdasarkan prinsip dan komitmen PT. TATA yaitu untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan maka pihak TATA turut mempertanyakan dan ikut peduli terhadap pekerjaan tiang pancang ini, yang sebenarnya di luar scope PT. TATA. Namun agar tidak menimbulkan resiko di kemudian hari maka dengan pertimbangan kehati-hatian itulah PT. Tatamulia Nusantara Indahikut membantu di dalam memberikan analisa & pertimbangan mengenai kualitas sambungan tiang pancang tersebut. Karena banyak sambungan berada pada kedalaman < 9m dimana pada area tersebut merupakan lapisan tanah sangat lunak, bahkan cukup banyak juga berada di kedalaman < 7 m dimana gaya geser & momen masih signifikan. Permasalahan tersebut atas advice dari konsultan tanah dan pondasi, Bapak Prof. Paulus P. Rahardjo Phd. ,sudah ditindaklanjuti dengan tes PIT ( Pile Integrity Testing) yang kemudian untuk tiang yang terindikasi bermasalah ditindaklanjuti lebih lanjut dengan lateral loading test.

Sampai dengan akhir tahun 2006 ini Kami masih menunggu hasil evaluasi dari pihak yang berkompeten, yang tentunya solusinya akan menjadi dasar untuk re-schedule proyek ini. Namun tidak berarti proyek ini tanpa kegiatan, karena walaupun hanya ditemani camilan “ singkong rebus “ setiap hari, pada saat ini Kami masih tetap bersemangat menyelesaikan pekerjaan bangunan fasilitas pendukung , infrastruktur luar & proses engineering. Sesuai dengan yang selalu Kami tanamkan pada seluruh tim GSG Sentul apa yang Kami terima pada saat Raker TATA 2006, terutama pada saat Mr. Motivator meneriakkan bahwa “ Orang-orang yang luar biasa menjadikan beban sebagai target yang menggairahkan dan Hidup adalah proses perjuangan untuk meraih keberhasilan ”. Dengan berbekal motivasi itulah, Kami tim GSG Sentul berjuang di tempat nan jauh dari semerbak keramaian kota. Namun dengan semangat tinggi untuk menyelesaikan proyek GSG Sentul dengan tetap mengobarkan slogan TATA , Together we improve our quality , TATA…TATA…TATA…yes. ( Project Team GSG Sentul , “ di antara lautan pohon singkong Kami Mengabdi “)

Senin, 19 Januari 2009

BABY WALKER TIDAK MEMBUAT BAYI CEPAT BERJALAN

BABY WALKER TIDAK MEMBUAT BAYI CEPAT BERJALAN
S elain rentan kecelakaan, penggunaan baby walker juga diduga dapat mengakibatkan kelainan kaki.
Berikut adalah petikan sebuah e-mail dari orang tua Indonesia yang tinggal di Australia: Di sini baby walker sangat tidak direkomendasi penggunaannya karena banyak kecelakaan terjadi akibat penggunaan yang tidak diawasi dengan ketat. Dengan tidak adanya rekomendasi tersebut, otomatis barang ini jadi langka. Kalaupun ada yang beli dan sampai terjadi kecelakaan, konsumen enggak bisa menyeret produsen ke pengadilan (ibaratnya sudah tahu bahayanya, kok masih dipakai.. yah salah sendiri). Lagi pula kalau si anak udah siap jalan, dia akan jalan kok... malah baby walker bikin anak menjadi malas untuk berjalan.....
Bunyi surat itu sangat pas mewakili kesadaran orang tua akan bahaya yang bisa ditimbulkan baby walker. Sayang, kesadaran orang tua di Indonesia akan keamanan baby walker yang kurang tampaknya masih minim. Nyatanya di sini baby walker masih saja digunakan, atau setidaknya produk ini masih banyak dijual di pasaran. Padahal, seperti dijelaskan dr. Karel A.L. Staa. M.D., dari Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, kalau mau melirik kembali ke negara-negara barat, Amerika katakanlah, soal keamanan baby walker ini sudah menjadi ajang perdebatan seru sejak lama.
Sampai-sampai, desain "alat bantu" belajar jalan ini, tidak pernah sama dari tahun ke tahun dan diberi semacam masa "kedaluwarsa" oleh pihak pemerintahnya. Jika setelah diteliti, desainnya dianggap tidak cukup baik untuk bayi, anjuran pemakaiannya akan ditinjau kembali bahkan kalau perlu dihapuskan. Pada tahun 1997, umpamanya, desain baby walker pernah diubah menjadi lebih besar dari ukuran sebelumnya dengan maksud agar benda itu tidak bisa menerobos pintu rumah
Sayang, ukuran yang diubah tersebut tetap tidak dapat mencegah terjadinya kecelakaan lain. Oleh karena alasan inilah akhirnya produksi baby walker di negeri Paman Sam tersebut dihentikan. "Sementara desain baby walker yang beredar di Indonesia merupakan desain kuno yang sebenarnya sudah ditinggalkan di negara asalnya," ujar Karel. Akhirnya, kecelakaan pada bayi yang sudah dialami beberapa tahun lalu di Amerika Serikat sampai kini masih terjadi di Indonesia.
TERKESAN PRAKTIS
Lalu kenapa alat bantu jalan ini tetap diminati? Menurut Karel karena baby walker secara sekilas terkesan praktis. Si kecil tinggal dimasukkan ke dalamnya, lalu ia pun bisa berjalan ke sana kemari dengan leluasa. Bagi bayi berusia 7-12 bulan yang sedang tidak bisa diam dan tengah melatih kemampuannya berjalan, baby walker merupakan penyelamat tenaga orang tua. Bukankah dengan begitu orang tua jadi tak perlu capek-capek menatih si kecil?
Apalagi di balik bahaya tersembunyi yang ada, baby walker tampak sebagai benda yang bermanfaat. Ketika bayi duduk atau berdiri dalam baby walker-nya, ia bisa menggerakkan kaki-kakinya dengan lincah. Jadilah orang tua berpikir, "Ah, kaki anakku jadi terlatih untuk bergerak. Ini kan baik untuk persiapan fase berjalannya!" Namun, alasan penggunaan baby walker yang paling utama biasanya berkaitan dengan upaya mengatasi keinginannya bergerak ke sana kemari. Dengan bisa bergerak leluasa ia menjadi lebih tenang dan tidak bosan. Sementara bagi orang tua, ketenangan si bayi memberi kesempatan kepadanya untuk mengurus berbagai pekerjaan rumah tangga tanpa harus mendampingi si kecil setiap saat.
RIBUAN KASUS
Kenyataannya, menurut penelitian di Amerika Serikat sekitar 14.000 kasus bayi masuk rumah sakit diakibatkan oleh kecelakaan saat menggunakan baby walker. Antara lain karena si kecil suka bereksplorasi ke setiap sudut rumah, komposisi roda yang tidak mendukung keamanan, komposisi rangka kurang kokoh, dan bentuknya yang membuat anak rentan jatuh.
Namanya juga bayi, tentu saja ia belum bisa mengenal situasi lingkungan; belum bisa membedakan mana permukaan curam atau landai, tangga atau lantai, benda berbahaya atau aman. Inilah beberapa kecelakaan yang sering terjadi akibat penggunaan baby walker:
* Menggelinding di tangga
- kecelakaan ini kemungkinan besar mengakibatkan patah tulang dan luka serius pada kepala.
* Terkena benda panas
- ketika duduk dalam baby walker anak jadi bisa meraih benda-benda yang dapat membahayakan dirinya. Contohnya secangkir kopi panas di atas meja.
* Tenggelam
- tanpa disadari anak meluncur (dengan menggunakan baby walker-nya) ke dalam kolam renang, bath tub, atau toilet lalu tercemplung.
* Meraih obyek berbahaya
- dengan baby walker, anak lebih mudah meraih obyek berbahaya seperti gunting, pisau, atau garpu yang tergeletak di atas meja misalnya.
* Terjepit
- ketika melewati permukaan yang bercelah, kaki bayi bisa terjepit dan terkilir. Tangannya juga bisa saja terjepit saat meraih celah daun pintu.
Yang mengejutkan, penelitian menyatakan bahwa mayoritas kecelakaan baby walker terjadi ketika orang tua atau pengasuh sedang mengawasi anaknya. Mengapa demikian? Karena kita seringkali kalah cepat dengan kecepatan bayi dalam baby walker yang dapat meluncur lebih dari 1 meter dalam 1 detik. Untuk itulah baby walker sama sekali tidak aman untuk digunakan, meskipun di bawah pengawasan orang dewasa.
MENYEBABKAN KELAINAN KAKI
Karel masih menambahkan soal penggunaan baby walker yang dari sisi medis pun tidak cukup bermanfaat, malah cenderung merugikan. Soalnya, aktivitas motorik yang terjadi pada saat anak menggunakan baby walker hanya melibatkan sebagian serabut motorik otot saja, yaitu otot-otot betis. Padahal untuk bisa berjalan dengan lancar dan benar, fungsi otot paha dan otot pinggul juga perlu dilatih.
Kemampuan berjalan, lanjut Karel, merupakan salah satu keterampilan motorik kasar (gerakan yang dihasilkan oleh koordinasi otot-otot besar), yang umumnya harus sudah bisa dilakukan anak 1 tahun dengan toleransi waktu 3 bulan. Bila proses pelatihannya tidak benar maka akan membuat anak justru jadi lambat berjalan. Sebaliknya, semakin intensif dan tepat stimulasi fisiknya maka perkembangannya pun semakin pesat. Bila dibarengi dengan asupan gizi yang seimbang, mungkin saja di usia 9-10 bulan bayi sudah bisa berjalan.
Jadi manfaat pemakaian baby walker tidak cukup membantu anak latihan berjalan. Di tempat berbeda Dra. Jacinta F. Rini, M.Si., dari e-psikologi.com, menambahkan, secara psikologis penggunaan baby walker memang tidak menguntungkan, "Secara psikologis baby walker akan membuat anak malas untuk belajar berjalan sendiri karena anak sudah keburu merasa enak bisa bergerak ke mana pun tanpa harus susah payah menjejakkan kakinya."
Penggunaan baby walker bahkan dicurigai bisa mengakibatkan kelainan kaki pada anak. Memang belum ada penelitian yang menunjang. Namun, kenyataan bahwa bayi duduk sambil mengangkang dalam baby walker¬nya diduga bisa menyebabkan kelainan tulang paha. Nah, berdasarkan pemahaman inilah, banyak ahli menduga penggunaan baby walker dapat menyebabkan anak berjalan seperti bebek alias agak mengangkang.
Terbiasa berjalan dengan baby walker juga bisa menimbulkan kelemahan otot-otot tungkai. Ketika diajarkan berjalan anak cenderung jatuh yang akhirnya sering membuatnya trauma dan tidak mau mencoba melakukannya lagi sehingga kemampuan berjalannya pun menjadi lebih lambat.
ALAMI LEBIH BAIK
Jadi menurut Karel, tinggalkan baby walker. Juga, ketimbang mencari-cari alternatif alat bantu jalan lainnya, ia lebih menyarankan agar si kecil diajak berenang, karena dengan begitu semua otot tubuhnya bergerak, dari otot kaki, lengan, dan leher. Kalaupun tidak, cara melatih anak berjalan yang terbaik adalah yang alami. "Sangat baik anak belajar berjalan secara alami karena dapat melatih 100 persen serabut motorik otot. Mulai otot betis, paha, maupun pinggul. Bila keseluruhan serabut otot dilatih maka anak bisa berjalan dengan lebih baik. Jadi secara medis lebih menguntungkan kalau kita pakai cara alami daripada cara penunjang." Meskipun si kecil harus jatuh bangun, anggaplah hal ini sebagai pelajaran dari pengalamannya sendiri.
Yang patut dicermati, sebaiknya latihan berjalan dilakukan dengan bertelanjang kaki. Cara ini akan melatih jari-jari kakinya agar lebih terkoordinasi. Tentu, lantainya pun harus bersih dari partikel atau benda yang dapat melukainya. Juga hindari lantai yang terlalu licin karena bisa membuatnya terpeleset yang mungkin saja membuat anak trauma dan takut dilatih berjalan.
TAHAP PERKEMBANGAN KEMAMPUAN FISIK ANAK
S udah seharusnya, orang tua mengetahui tahap demi tahap proses perkembangan kemampuan fisik anak sehingga bila terjadi keterlambatan pertumbuhan kita bisa segera mendeteksinya. Berikut, perkembangan motorik kasar anak secara garis besar:
0 - 1,5 bulan: Sudah bisa mengangkat kepala sekitar 45 derajat.
1,5 - 3,5 bulan: Kemampuan mengangkat kepalanya meningkat sampai 90 derajat. Kemudian bila bayi didudukkan dengan disandarkan ke tubuh kita maka kepalanya harus sudah bisa tegak.
3,5 - 4,5 bulan: Sudah bisa mengangkat dadanya bila diposisikan tengkurap. Bayi pun sudah bisa melakukan tengkurap sendiri dan membolak-balik tubuhnya.
5 bulan: Bayi sudah dapat duduk dengan hanya ditopang punggungnya.
6 - 8 bulan: Sudah dapat duduk sendiri tanpa bantuan. Di usia ini pun kebanyakan bayi sudah mulai belajar merangkak. Namun, merangkak bukan merupakan tonggak perkembangan utama. Bila bayi tidak merangkak maka bukan suatu kelainan karena beberapa bayi yang tidak melaluinya terbukti mengalami perkembangan motorik yang normal.
7,5 - 10 bulan: Bayi sudah mulai berusaha belajar berdiri dengan berpegangan pada tepi meja atau kursi. Beberapa anak ada yang sudah mulai belajar berjalan dengan cara merambat maupun berjalan beberapa langkah.
12 - 15 bulan: Anak sudah bisa berjalan tanpa harus berpegangan.
Irfan Hasuki.